PROPOSAL
PENELITIAN
TRADISI NGABEN ALIT (MEBRETANEM) DI DADIA BANJAR TIMBUL PASEK GEGEL DESA
BUSUNGBIU KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Perspektif Agama Hindu)
LUH WIDYANINGSIH
NIM: 10.1.1.1.1.3881
JURUSAN PENDIDIKN AGAMA
FALKUTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGRI
DENPASAR
2013
A. JUDUL: TRADISI UPACARA NGABEN ALIT(MEBRETANEM) DI DADIA BANJAR
TIMBUL PASEK GEGEL DESA BUSUNGBIU KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (
Perspektif Agama Hindu)
B. Latar Belakang
Pengamalan
umat Hindu di Bali terhadap ajaran Agamanya, dengan jelas dapat dilihat melalui
pelaksanaan-pelaksanaan upacaranya. Dan di kalangan umat Hindu telah muncul
keinginan untuk meningkatkan kualitas hidup beragama dengan pendekatan nasional
filosofis upaya mengatasi tradisi yang bersifat gugon tuwon dengan
menggunakan sastra agama. Dalam konteks ini harus disadari beberapa pentingnya
upacara agama, karena upacara agama ritual merupakan bagian dari Tri Kerangka
Agama Hindu. Karena Ciri
utama orang beragama adalah percaya dan Bhakti
kepada Tuhan. Kalau hanya Bhakti dan
percaya pada Tuhan sebagai syarat beragama belumlah cukup. Bagaimana agar
kepercayaan dan Bhakti kepada Tuhan
itu membawa seseorang pada peningkatan kualitas diri dalam kehidupan individu
maupun sosial. Salah satu makna beragama adalah dapat menimbulkan sikap untuk
siap beryadnya demi kepentingan dharma.
Kepentingan dharma itu adalah
berpegangan pada kebenaran, berbuat kebajikan, pada sesama dan taat pada kewajiban
masing-masing.
Wiana (2006:30) beryadnya bukanlah berarti melakukan upacara Agama
belaka. Beryadnya disini
artinya berkorban dengan berbagai hal dengan niat suci dan tulus iklas seperti
halnya mengorbankan perasaan demi kepentingan bersama. Yang merupakan kesadaran
Yajña tertinggi. Apalagi pengorbanan
tersebut dapat menimbulkan dampak yang baik.
Yajña
merupakan suatu korban suci secara tulus iklas yang di dalam umat Hindu meyakini
bahwa pada setiap kelahirannya ke dunia dikatakan terikat hutang (Rna). Oleh sebab itu wajib hukumnya bagi setiap umat Hindu untuk membayar hutang-hutang (Rna) tersebut
dengan menyelenggarakan Yajña. Hutang atau Rna yang diyakini oleh
umat Hindu tersebut dapat dibayar melalui Tri Rna. Hal ini sesuai dengan
pendapat Soeka, (1989:11) menyatakan bahwa Tri Rnam berarti tiga macam
hutang budi, yaitu: (1) Hutang jiwa kepada Ida Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan
dan menghidupkan manusia dengan segala isinya, (2) Hutang hidup kepada Leluhur
terutama Ibu dan Bapak yang telah melahirkan dan membesarkan hingga dewasa, (3) Hutang jasa kepada para Maha Rsi,
Guru yang telah berjasa dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kerokhanian, seni
budaya, tuntunan hidup suci, dan sebagainya.
Jika dilihat dari proses penerapannya, maka pelaksanaan
ajaran Bhakti Marga dapat dibagi atas dua tingkatan yaitu :
"Apara Bhakti dan Para Bhakti. Apara bhakti yaitu cara
bhakti yang ditempuh oleh manusia dengan menggunakan sarana-sarana yang
berbentuk, misalnya daun, bunga, air, dan buah. Sedangkan Para bhakti
yaitu cara bhakti yang ditempuh oleh manusia dengan menggunakan mantra
dan nyanyian suci atau pujaan". Namun bagi umat Hindu kebanyakan cenderung
memilih ajaran bhakti yakni rasa cinta kasih kasih yang pelaksanaannya
dapat diwujudkan dengan upacara-upacara yadnya (Tim Penyusun, 1999:21).
Tri Rna merupakan
hutang yang dibayar melalui Yadnya baik itu upacara maupun perbuatan baik.
Dalam agama Hindu upacara diklasipikasikan menjadi lima
golongan yang disebut Panca Yajña. yaitu: (1) Dewa Yajña., (2) Pitra Yajña, (3) Rsi Yajña, (4) Bhuta Yajña, dan (5) Manusa Yajña. Dalam Paca Yajña.yang dilaksanan masyarakat hindu di Bali banyak
terdapat tradisi lokal yang dalam bentuk dan wujud pelaksanaannya memiliki
banyak perbedaan, yang dikemas dan diterapkan sesuai dengan adat istiadat
setempat. Seperti dalam upacara Pitra Yajña Pengabenan di banjar
Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng terdapat Upacara Ngaben Alit atau
mebretanem yang tetap dilaksankan
sampai sekarang ini.
Di Sebutkan dalam Manawa
Dharmasastra II.12 dan 18 ada istilah Sadacara. Kata
Sadacara berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata sat yang artinya kebenaran
Weda. Dari kata sat inilah muncul kata satya yang artinya kebenaran Weda.
Sedangkan kata acara artinya kebiasaan yang telah menguat dalam masyarakat
sampai menjadi adat istiadat. Dengan demikian, Satacara dalam bentuk sandi menjadi Sadacara, artinya tradisi atau
adat istiadat berdasarkan Weda.
Bertitik tolak dari pendapat di atas Masyarakat di Dadia
Banjar Timbul Pasek Gegel Banjar Timbul desa Busungbiu masih melestarikan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun di
zaman modernnisasi sekarang ini yaitu Upacara Ngaben Alit atau mebretanem dalam upacara Pitre Yajña. Upacara ini tergolong unik sekali, karena masyarakat di dadia banjar Timbul Pasek Gegel wajib
melaksanakan Upacara Ngaben
Alit atau mebretanem dan apabila upacara ini tidak dilaksanakan diyakini oleh masyarakat
banjar Timbul Pasek gegel akan medapatkan sebuah Bhisama dari leluhur. Maka dari itu masyarakat banjar Timbul Pasek Gegel masih mempertahankan Upacara Ngaben Alit atau
mebretanem sebagai
warisan leluhur masyarakat Banjar Timbul
Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu , Kabupaten Buleleng.
kelima jenis upacara tersebut, maka Upacara Ngaben
Alit atau mebretanem tergolong ke dalam upacara Pitra Yadnya
yang dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Banjar Timbul Pasek Gegel.
Di dalam Kaitannya dengan pelaksanaan Tri Hita Karana, Upacara Ngaben
Alit atau mebretanem merupakan hubungan yang harmonis antara
manusia dengan Tuhan. Upacara Ngaben Alit atau mebretanem ini
memiliki suatu keunikan khusus diantara upacara-upacara keagamaan yang lain
yang ada di Desa Busungbiu sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat upacara
ini sebagai bahan penelitian.hanya dadia banjar Timbul pasek Gegel yang
menggunakan upacara Ngaben Alit atau
mebretanem ini yang telah mereka lakukan secara turun-temurun. Dan kebanyakan
masyarakat dadia Banjar Timbul pasek Gegel belum mengetahui makna yang terkandung
dalam Upacara Ngaben Alit atau
mebretanem tersebut. Inilah faktor yang mendorong penulis untuk memilih dan
mengangkat Upacara Ngaben
Alit atau mebretanem ini sebagai objek penelitian.
|
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah di uraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1.
Bagaimana persepsi masyarakat Dadia Banjar Timbul Pasek
Gegel terhadap pelaksanaan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem di Dadia
Banjar Timbul Pasek Gegel, Desa Busunbiu.Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng?
2.
Bagaimana prosesi pelaksanaan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem di
Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Keqcamatan Busungbiu Kabupteqn
Buleleng ?
3.
Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam
pelaksanaan Upacara Ngaben
Alit di Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng ?
D. Tujuan Penelitian
Setiap orang yang melakukan
penelitian pasti mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai demikian pula
penelitian ini. Demikian pula
dengan penelitian yang dilaksanakan ini
memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah disamping
dapat mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian yang mendalam tentang Upacara Ngaben Alit,atau mebretanem serta
bertujuan agar para pembaca mendapat pengetahuan yang baru dari karya tulis ini
serta bertujuan sebagai berikut :
Diupayakan
menyebarluaskan, memperkenalkan, dan melestarikan upacara-upacara yadnya
yang selama ini masih merupakan ciri khas desa tertentu kepada pemerintah,
masyarakat luas untuk membuka sikap dan pandangan yang lebih luas tentang yadnya. Karena upakara dan upacara yang
mempunyai hubungan erat dengan pendidikan moral atau susila maupun filsafat,
ini merupakan hal yang sangat perlu ditingkatkan. Dan dengan terpeliharanya
ajaran-ajaran agama serta ajaran-ajaran budi pekerti, etika yang berdasarkan
kitab suci maka budaya Bali akan dapat hidup terus.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum diatas dalam
penelitian ini, mempunyai tujuan khusus sebagai berikut:
Untuk mengetahui persepsi masyarakat Banjar Timbul Pasek
Gegel terhadap pelaksanaan Upacara Ngaben Alit atau
mebretanem
1. Untuk
mengetahui prosesi pelaksanaan Upacara Ngaben
Alit atau mebretanem di Dadia banjar
Timbul Pasek Gegel dan Dalem
Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu
Kabupaten Buleleng.
2. Untuk
mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam pelaksanaan Upacara Ngaben Alit mebretanem di
Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu,kecamatan Busungbiu Kabupaten
Buleleng.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian merupakan hal yang sudah biasa bahwa sebuah penelitian ilmiah
yang dilakukan oleh seseorang mempunyai tujuan dan manfaat tertentu. Melalui pelaksanaan penelitian ini, di
harapkan hasil-hasilnya dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang di peroleh
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
1. Melalui
penelitian yang dilaksanakan dapat bermanfaat bagi umat Hindu pada umumnya dan
khususnya bagi umat Hindu di Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan
Busungbiu Kabupaten Buleleng
mengenai teori-teori maupun tata cara serta menfaat melakukan suatu upacara
agama.
2. Dapat
menambah wawasan dan pengetahuan agama terutama yang ada kaitannya dengan upacara agama bagi masyarakat Hindu
pada umumnya.
2. Manfaat praktis
1. Bagi
masyarakat penelitian ini dapat dipakai sebagai pedoman di dalam melaksanakan
suatu upacara keagamaan
2. Bagi
generasi muda penelitian ini dapat dipakai sebagai pedoman untuk menggali
nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara keagamaan.
3. Bagi
PHDI penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman dalam rangka
pembinaan umat Hindu.
4. Bagi
peneliti bermanfaat untuk mendapatkan data selengkap-lengkapnya mengenai bentuk, tata cara dan tujuan dari Upacara Ngabeqn Alit atau
mebretanem
F. Kajian Pustaka
Iskandar (2009: 100), menyatakan bahwa : kajian pustaka literatur perlu
dilakukan untuk menguasai teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian.
Penelitian tidak mungkin dilakukan dengan baik tanpa orientasi pendahuluan yang
bersumber kepada literatur yang berhubungan dengan penelitian. Salah satu yang
perlu dilakukan dalam persiapan penelitian kualitatif adalah mendayagunakan
sumber informasi yang terdapat dalam literatur yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
Rusmini
(2001) Penelitian yang berjudul “Kajian Tentang Nilai-Nilaai Pendidikan Agama
Hindu Dalam Pelaksanaan Pengabenan, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng”
menyebutkan bahwa tujuan pengabenan adalah untuk mensucikan arwah leluhur kita
agar mendapat tempat yang baik di alam sana.
Berdasarkan
hasil penelitian dan buku-buku tersebut di atas memberi kontribusi terhadap penelitian yang akan dilakukan sebagai
perbandingan dan kajian
G. Konsep
Konsep adalah suatu variabel yang dipergunakan
oleh peneliti sebagai building block untuk
membangun proposisi yang kelak diharapkan dapat menerangkan dan memprediksi
suatu fenomena. Sebuah konsep merupakan satu kesatuan pengertian yang saling
berkaitan (Sunyoto Usman 1.1.3). Dengan demikian bukan hanya sekedar sederetan
gejala yang dirangkai menjadi satu pernyataan.
Menurut Poerwadarminta, (1993:520)
menyatakan bahwa konsep yang berarti rancangan atau buram. Konsep berfungsi menyederhanakan arti kata
atau pemikiran tentanng ide-ide, hal-hal dan kata-kata benda maupun gejala
sosial yang digunakan, agar orang lain yang membaca dapat segera memahami
maksud sesuai dengan keinginan penulis. Konsep penting dalam penelitian ilmiah,
karena kejelasan konsep dapat menyebabkan terjadinya interaksi positif antara
peneliti dengan pembaca. Jelasnya pengutaraan konsep definisi atau istilah
tersebut akan memperlancar komunikasi antara penulis dan pembaca yang ingin
mengetahui isi tulisan atau isi penelitian. Dalam penelitian ini ada sejumlah
konsep yang diperlukan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian.
Jadi dalam penelitian ini, konsep yang digunakan adalah
konsep dalam arti rancangan, yaitu suatu rancangan yang akan dilakukan dalam
melakukan suatu penelitian tentang: Tradisi Ngaben alit (mebretanem) di Dadya
banjar Timbul pasek gegel desa Busungbiu kecamatan Busungbiu kabupaten
Buleleng.
1.Tradisi
Menurut
Marjanto (dalam Darmiarini,2010:140 kata tradisi berasal dari bahasa latin traditionyang berarti diteruskan. Dalam
pengertian sederhana, tradisi diartikan sebagai suatu yang telah dilakaukan
sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat.Dalam
pengertian tradisi, hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi
yang diteruskan dari generasi kegenerasi baik tertulis maupun lisan. Selain itu
tradisi juga dapat diartikan sebagai suatu gambaran sikap dan prilaku mnusiaa
yang telah berproses dlam waktu lama dan dilakukan secara turun temurun yng dimulai dari nenek
moyang. Dari penjelasan tersebut diatas tradisi merupakan suatu hal yang telah
menjadi kebiasaan seseorang. Tradisi ini telah melewati proses yang cukup lama
yaitu nenek moyang sampai sekarang sehingga tradisi dapat mengalami suatu
perubahan
3.Upacara Ngaben
Alit (mebretanem)
Dalam
kehidupan beragama Hindu baik di Bali pada khususnya dan di luar Bali pada
umumnya sangat identik dengan upacara agama. Karena upacara agama merupakan
unsur yang paling utama sejajar dengan Tattwa, Etika dan Agama. Ketiga
hal tersebut disebut Tri Kerangka Agama Hindu yang diumpamakan seperti sebutir
telur. Upacara adalah kulitnya, Etika adalah putihnya dan Tattwa
adalah kuningnya. Telur akan dapat menetas dengan baik menjadi anyar apabila
ketiga unsur tersebut dapat berfungsi dengan baik sehingga ketiga hal tersebut
saling berkaitan.
Menurut Buku Upadesa, upacara adalah
cara-cara melakukan hubungan antara atman dengan paramatman,
antara manusia dengan Hyang Widhi serta semua manifestasinya dengan
jalan yadnya untuk mencapai kesucian jiwa. Untuk upacara-upacara ini
menghubungkan dirinya dengan Hyang Widhi dalam bentuk nyata (Parisada
Hindu Dharma, 1978:63).
Di dalam Buku Upada Sastra disebut
bahwa : "Upacara berarti suatu rangkaian kegiatan manusia dalam usahanya
mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.
Menurut Mas Putra (1982:13); upacara
berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan salah satu gerak dalam
melaksanakan yadnya. Sumber lain menyebutkan upacara adalah peralatan
(membuat alat) dalam hal perbuatan yang berhubungan dengan adat kebiasaan agama
(Poerwadarminta, 1996:132).
Di dalam buku pelajaran agama Hindu
untuk Perguruan Tinggi diungkapkan sebagai berikut: Kata Upacara dalam bahasa
Sanskerta berarti mendekati. Dalam kegiatan upacara agama diharapkan terjadinya
suatu upaya untuk mendekatkan diri kepada Hyang Widhi Wasa, kepada sesama
manusia,kepada alam lingkungan, pitara maupun Rsi. Pendekatan itu diwujudkan
dengan berbagai bentuk perubahan maupun tata pelaksanaan sebagai yang telah
diatur dalam ajaran agama Hindu (Timm
Penyusun,1994:152)
Beberapa
pengertian upacara diatas dapat disimpulkan bahwa upacara adalah suatu
aktivitas umat manusia untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Manusia dengan
manusia, manusia dengan lingkungan yang berbentuk yadnya sehingga
tercipta kehidupan yang sejahtera lahir dan bathin, Salah satunya yaitu Upacara
Ngaben
Alit atau mebretanem.
Upacara Ngaben
Alit (Mebretanem) berasal dari
kata Upacara dan Ngaben. Upacara adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan atau
pelaksanaan dari pada upacara-upacara dalam salah satu Yajña.
Jadi pengertian Upacara Ngaben Alit atau
mebretanem adalah segala
sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan tentang korban atau persembahan
sebagai upacara ganti rugi pemberitahuan (atur piuning, ucapan
terimakasih serta mohon keselamatan) yang ditujukan kepada Ida Sang Hyang Widhi ( Tuhan Yang Maha Esa ) dengan pelaksanaannya
dipura.
4. Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu
1. Pengertian Nilai
Manusia dalam kehidupan sehari
harinya selalu terbentuk dari nilai, artinya tanpa disadari prilaku kehidupan
manusia selalu diukur dengan nilai baik itu nilai etika, estetika, ekonomi, dan
lain-lain. Pengertian nilai
tidak dapat dipisahkan dengan akalogi yakni cabang Filsafat yang mempelajari
masalah nilai.
Menurut Poerwadarminto
(1993:667) dalam kamus besar Bahasa Indonesia, disebut pengertian nilai sebagai
berikut: 1) harga (dalam taksiran harga), misalnya tidak ada ukuran yang pasti
untuk menentukan nilai hitam. 2) harga uang (dibandingkan dengan nilai uang lainnya), misalnya dolar
terus menurun. 3) angka kepandaiaan, biji, canten: misalnya rata-rata pelajaran
sembilan, sekurang-kurangnya nilai tujuh untuk ilmu pasti baru dapat diterima
diakademi tehnik. 4) banyak sedikitnya isi, kadar mutu : misalnya nilai gizi,
bermacam jeruk, hampir sama, suatu karya sastra yang tinggi nilainya, 5) sifat
(hal-hal), yang penting atau berguna bagi kemanusiaan misalnya nilai
tradisional yang dapat mendorong pembangunan perlu kita kembangkan.
Berdasarkan beberapa kutipan
dan penjelasan diatas tentang pengertian nilai maka dapat dicermati nilai
adalah sesuatu yang berguna bagi manusia, baik untuk kehidupan secara lahir dan
batin. Nilai dapat dijadikan sebagai pedoman atau landasan bagi kehidupan
manusia dalam setiap perbuatannya yang sesuai dengan norma-norma peraturan
peraturan yang mengarah pada perbuatan yang terpuji.
2.
Pendidikan
Agama Hindu
Suryabrata (1982:12) mengenai
pendidikan secara ethimologi, “pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogiek. Pais berarti anak
dan gogos berarti membimbing/tuntunan dan iek berarti ilmu. Dalam
bahasa inggris berasal dari kata education berasal dari bahasa Yunani educare
yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun dan
berkembang”. Pendidikan juga dijelaskan dari bahasa latin “educare” yang
berarti mengeluarkan suatu kemampuan, “e” adalah keluar dan ducare berarti
membimbing. Jadi educare adalah membimbing untuk mengeluarkan kemampuan
yang tersimpan dalam diri anak untuk tercapai kedewasaan.
Selanjutnya Brubacher (dalam Suryabrata, 1982:14) dalam
bukunya yang berjudul modern of philosophy of education disebutkan bahwa
education should thouth of as the
procces of mans reciprocal adjustment to be nature to his fellow, and to the
ultimates nature of the comon, jika diterjemahkan secara bebas maksudnya
pendidikan adalah sebuah proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam
penyesuaian dirinya terhadap alam, dengan teman, dan dengan alam semesta.
Ki Hajar Dewantara (dalam
Suryabrata, 1982:14) memberikan penjelasan tentang pendidikan itu adalah, daya
upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran
(intelek), dan jasmani anak-anak.
Titib (2003:13) bahwa pendidikan
itu adalah usaha yang dilaksanakan dengan sengaja oleh orang yang lebih tua
(orang tua dan guru), untuk mempengaruhi orang lain (anak dan siswa) dengan
mentransfer nilai-nilai tertentu kepada siswa, guna mempermudah siswa itu untuk
memecahkan pesoalan-persoalan hidupnya untuk mencapai tujuan hidupnya.
Buku
Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu
menyebutkan bahwa pendidikan agama Hindu dibagi menjadi dua yaitu pendidikan
agama Hindu di luar sekolah dan pendidikan agama Hindu di dalam sekolah (Tim,
2001: 9).
Tujuan Pendidikan di luar sekolah adalah :
1. Menanamkan
agama Hindu itu menjadi keyakinan dan landasan segenap kegiatan umat dalam
semua peri kehidupannya.
2. Ajaran
agama Hindu mengarahkan pertumbuhan tanpa kemasyarakatan umat Hindu hingga
serasi dengan Pancasila dasar negara RI.
3. Menyerasikan
dan menyeimbangkan pelaksanaan bagian-bagian ajaran agama Hindu dalam
masyarakat antara tattwa, susila dan upacara.
4. Untuk
mengembangkan hidup rukun antara umat beragama (Kurikulum Pendidikan Agama
Hindu Sekolah Dasar, 1994:2)
Sedangkan Tujuan Pendidikan Agama Hindu di
Sekolah adalah :
1.
Membentuk manusia Pancasilais yang Astiti Bhakti (bertattwa) kepada Sang Hyang Widhi Wasa.
2.
Membentuk moral, etika dan spiritual anak didik sesuai
dengan ajaran agama Hindu (Tim,
2001:24).
Pengertian pendidikan agama Hindu di
atas diharapkan dapat dipakai sebagai pelita di dalam menerangi kegelapan umat
Hindu di dalam mengarungi kehidupannya, agar umat Hindu dapat mengetahui mana
perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, semua agama sesungguhnya
merupakan pegangan untuk mewujudkan kebahagiaan masyarakat atau umatnya
demikian pula halnya dengan agama Hindu merupakan alat atau jalan untuk
mencapai suka tanpa wali duka yaitu
kebahagian yang kekal dalam keadaan bersatunya atman dengan brahman atau
dengan bahasa Agama Hindu yaitu jagadhita
dan moksa. Hal ini sesuai dengan
apa yang disebutkan dalam kitab suci Weda : Moksartham
Jagadhitaya Ca iti Dharma yang
artinya kelepasan sang diri dan kesejahteraan hidup bersama demikianlah dharma
kita. Moksa berarti kebebasan roh dari ikatan duniawi atau kelepasan, bebas
dari dosa, juga berarti manunggalnya atman
dengan Tuhan. Kebahagiaan itu dapat ditempuh dengan beberapa jalan yang
disebut catur marga serta
melaksanakan Yajña dan menegakkan dharma.
Pemahaman terhadap konsep pendidikan agama Hindu akan mempermudah dalam
penelitian ini. Kaitannya dengan Upacara Ngaben
Alit atau mebretanem yang dilaksanakan oleh Masyarakat
Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupateqn
Buleleng.Yang menjadi kajian akan tampak kandungan nilai pendidikan agama Hindu
dalam upacara tersebut.
H. Landasan
Teori
Teori
merupakan suatu alat hal yang penting,
dalam memecahkan suatu permasalahan dalam penelitian ilmiah. Pada penelitian
yang bersifat kualitatif, diharapkan masalah yang berkembang sesuai dengan
fakta atau kenyataan yang ada di lapangan.
Guna
memberikan suatu jawaban terhadap permasalahan untuk mencapai tujuan, akan disampaikan beberapa pendapat para sarjana dan
pandangan para sarjana yang relevan untuk dapat dipakai landasan dalam membahas
dan membicarakan permasalahan yang sedang dihadapi. Untuk itu perlu kiranya
dicarikan beberapa dasar pembenaran terhadap permasalahan tersebut agar dapat
memberikan gambaran atas jawaban selanjutnya.
Teori merupakan sarana informasi ilmiah yang
diperoleh dengan meningkatkan abstraksi pengertian-pengertian maupun
hubungan-hubungan pada proposisi (Triguna dkk, 1987:12). Jadi dari semua
pengertian di atas dapat diartikan bahwa, teori merupakan alat bantu yang dapat
digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ilmiah. Agar hasil
yang didapatkan lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Melihat dari permasalahan yang
diangkat maka teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Teori Religi
Pada sistem religi ini akan diuraikan
lima komponen religi sebagai keyakinan dari kehidupan umat beragama. Adapun
kelima komponen yang dimaksud akan dibahas secara berturut-turut sebagai
berikut :
Emosi keagamaan atau religions adalah
semua aktivitas manusia yang dengan relegi berdasarkan atas suatu getaran jiwa.
Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia walaupun
getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk berbeda detik saja untuk
kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melaksanakan
tindakan-tindakan yang bersifat religi. Emosi keagamaan menyebabkan sesuatu
benda, suatu tindakan atau suatu gagasan, mendapat suatu nilai keramat atau
sacred value dan dianggap keramat. Benda-benda, tindakan-tindakan atau
gagasan-gagasan yang biasanya tidak keramat apabila dihadapi oleh manusia yang
dihinggapi oleh emosi keagamaan sehingga seolah-olah terpesona, maka
benda-benda, tindakan-tindakan dan gagasan-gagasan tadi menjadi
(Koentjaraningrat, 1998:376).
Karena getaran jiwa yang disebut emosi keagamaan
tadi bisa juga dirasakan seorang individu dalam keadaan sendiri, maka suatu
aktivitas religius dapat dilakukan seorang diri dalam keadaan sunyi senyap.
Seorang bisa berdoa, bersujud atau melakukan solat sendiri dengan penuh hikmat,
dan dalam keadaan terhinggap oleh emosi keagamaan ia akan membayangkan Tuhan,
Dewa, Roh atau lainnya. Wujud dari bayangan tadi akan ditentukan oleh
kepercayaan-kepercayaan yang lazim hidup dalam masyarakat dan kebudayaannya,
dan selanjutnya kelakuan-kelakuan keagamaan yang dijalankan akan juga menurut
adat yang lazim. Walaupun orang bisa melakukan aktivitas religius seorang diri
ia tidak dapat melakukan suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh orang lain,
sama sekali dicetuskan oleh pikirannya sendiri. Misalnya : seorang mengunjungi
makan ibunya, ia terhinggap oleh emosi keagamaan dan membayangkan ibunya lagi,
serta percaya bahwa ibunya itu hidup di sorga, menjaga keselamatannya, dan bisa
melihat ia dari atas. Kemudian kalau ia mulai membakar kemenyan dan menaburkan
bunga di atas makam, makan kelakuan-kelakuan religius itupun telah menurut adat
yang lazim dalam kebudayaan (Koentjaraningrat, 2000:145).
Tentang asal mula timbulnya emosi keagamaan ini
sangat sulit bahkan tidak mungkin dapat ditentukan pasti, mengingat segala
sesuatu yang termasuk di dalamnya sangat kompleks dan selalu berkembang sesuai
dengan keadaan yang menyertainya. Namun demikian secara prinsip harus diakui
bahwa emosi keagamaan merupakan pendorong yang sangat kuat timbulnya tingkah
laku atau tindakan-tindakan yang serba relegi dan keramat.
Sri Rshi Anandakusuma (1986:3)
menjelaskan bahwa "Dalam ajaran agama Hindu yang termasuk dalam emosi
keagamaan adalah rasa takut, sakit bahkan bisa mati. Hal ini disebabkan apabila
di dunia besar ataupun di dunia kecil terjadi sesuatu hal yang gaib, maka
pikiran cepat terpengaruh lalu menjadi takut, sakit dan mungkin bisa mati
karena amat takutnya.
Berdasarkan dari beberapa pendapat
di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi keagamaan adalah suatu getaran jiwa
yang menggerakkan jiwa manusia untuk melakukan suatu aktivitas-aktivitas yang
bersifat relegi. Selain itu yang juga termasuk dalam emosi keagamaan yaitu rasa
takut, terpesona terhadap hal-hal yang bersifat gaib dan keramat.
Adapun teori Teori Religi ini digiunakan untuk membedah rumusan masalah
no 1, yang membahas tentang Persepsi masyarakat Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel
Desa Busungbiu terhadap upacara Ngaben Alit atau mebretanem
2. Teori Interaksionalisme Simbolik
Teori interaksionalisme simbolik
menurut Bodga dan Taylor mengemukakan orang senantiasa berada dalam suatu
proses interpretasi dan definisi karena mereka harus terus menerus bergerak
dari suatu situasi lain. Sebuah situasi atau fenomena akan bermakna apabila
ditafsirkan dan didefinisikan (Suprayogo, 2001 : 105).
Orang dengan potensi yang dimiliki dianggap mampu menjadi objek untuk
dirinya sendiri dan sebagai subjek yang mampu melihat tindakan-tindakannya
seperti orang lain melihatnya. Dengan kata lain, manusia dapat membayangkan
serta sadar diri dan prilakunya dari sudut pandang orang lain. Dengan demikian,
manusia dapat mengkonstruksi prilakunya dengan membangkitkan respon tertentu
dari orang lain karena manusia adalah perlambang bermakna.
Tindakan atau perilaku seseorang
atau sekelompok orang bergantung pada bagaimana mendefinisikan lingkungannya
dan lingkungan mendefinisikan dirinya. Peranan sosial, nilai, norma dan
tujuanlah yang membentuk kondisi dan tanggung jawab bagi perbuatan.
Simbol adalah suatu hal yang
diterima dengan persetujuan umum sebagai yang mewakili atau yang menjadi ciri
khas dari suatu yang dipenuhi dengan kualitas atau yang terdapat dalam
kenyataan atau pikiran (Tuner, 1990 : 18). Simbol atau lambang dapat mengantar
pemahaman terhadap objek karena karakteristik simbol tidak terbatas pada
isyarat fisik, tetapi dapat terwujud kata-kata, sebagai simbol suara yang
mengandung arti.
Adapun
teori Interaksi interaksionalisme ini, yaitu untuk membedah rumusan masalah no
2 yang membahas tentang prosesi upacara Nyegarain.
3. Teori Nilai
Nilai
menurut Louis O.Kattsof (dalam Soemargono, 2004:324-335) mengandung beberapa
makna : berarti berguna baik atau benar atau indah, objek dari keinginan,
mempunyai kualitas yang dapat mengakibatkan orang mengambil sikap untuk
“setuju” mempunyai sifat tertentu dalam sebagai tanggapan atas sesuatu sebagai
hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ; nilai merupakan kualitas empiris yang tidak
dapat didefinisikan, nilai sebagai objek suatu kepentingan dan nilai sebagai
suatu esensi serta hubungan antara sarana dengan tujuan yang ingin dicapai.
Lebih
ditekankan lagi bahwa nilai mengandung dua unsur yakni mengkaji kebaikan
(kesusilaan) dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan. Sedangkan
dalam kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1986:96) dijelaskan
tentang pengertian nilai sebagai
berikut, sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan,
misalnya nilai-nilai agama yang perlu diindahkan.
Koentjaraningrat
(1985:25) mengatakan nilai diartikan suatu hal yang berisikan ide-ide yang
mengonsepsikan hal-hal, yang penting, berharga dalam kehidupan dalam
masyarakat. Dalam buku kamus Filsafat
dinyatakan bahwa nilai dapat di artikan dengan harkat, kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, berguna atau dapat menjadi objek kepentingan.
Adapun
teori Nilai ini, yaitu untuk membedah rumusan masalah no 3 yang membahas
nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam
Upacara Ngaben Alit atau
mebretanem
I. METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan proses kegiatan mengungkapkan secara logis, sistematis, dan emperis
terhadap fenomena-fenomena sosial yang terjadi di sekitar kita untuk
direkontruksiguna mengungkapkan kebenaran bermanfaat bagi kehidupan masyarakat
dan ilmu pengetahuan. Kebenaran yang dimaksud adalah keteraturan yang
menciptakan keamanan, ketertiban, keseimbangan, dan kesejahteraan masyarakat
(Iskandar, 2009: 1). Dengan pendekatan kualitatif juga akan dapat terungkap ide
atau gagasan dibalik pernyataan dan aktifitas mereka terutama terkait dengan
makna dari suatu benda, tindakan dan peristiwa- peristiwa dalam kehidupan sosial
masyarakat. Selain itu dengan penelitian kualitatif, penelitian dapat
memperoleh pengetahuan dan sejumlah informasi asli dari subjek penelitian.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian
tentang Upacara Ngaben Alit atau
mebretanem di Dadia Banjar
Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng Kajian Nila-Nilai Pendidikan Agama Hindu. Merupakan studi tentang agama. Dalam studi tentang agama ada
tujuh pendekatan yang digunakan yaitu: (1) pendekatan Antropologis, (2) Fenimis, (3)
Fenomenologis, (4) Filosofis,
(5) Psikologis, (6) Sosiologis, dan (7) Teologis. Connolly, (dalam Donder,
2005:158).
Berdasarkan
ketujuh pendekatan ini, pendekatan fenomenologis
merupakan pendekatan yang paling dekat dengan penelitian yang sedang
dilaksanakan Pendekatan
fenomenologis Moleong (2003:15)
dinyatakan bahwa fenomenologis adalah pendekatan untuk menyelidiki pengalaman
kesadaran, yang berkaitan dengan pertanyaan seperti; bagaimana pembagian antara subjek (ego) dengan objek (dunia) muncul dan bagaimana suatu hal di dunia ini
diklasifikasikan.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini lebih
menonjolkan pendekatan Teologi Hindu
fenomenologis, karena penelitian ini menyoroti masalah aspek ketuhanan
dan berbagai fenomena sosial di masyarakat khususnya di Dadia Banjar Timbul
Pasek Gegel Desa Busungbiu yang
melaksanakan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem
3.
Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian yang dilaksanakan ini adalah di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu
Kabupaten Buleleng. Dipilihnya Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa
Busungbiu sebagai lokasi penelitian, karena keunikan masyarakatnya dalam melaksankan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem yang upacaranya di
lakukan hanya di kubur saja dan kuburannya itu rata dengan tanah dan setelah
itu menggunakan banten pada umumnya orang meninggal dan orang yang sudah
meninggal itu di anggap sudah bersih atau Ngaben, dimana secara umum dalam melaksanakan upacara Ngaben tidak ada hanya di kubur
saja sudah bersih atau sudah Ngaben
3. Objek Penelitian
Menurut Hamidi (2004:20) Objek
penelitian adalah setiap gejala atau peristiwa yang akan diteliti, apakah itu
gejala alam (natural fenomena) maupun
gejala kehidupan (efek fenomena).
Dalam penelitian ini yang merupakan objek penelitian adalah upacara Ngaben Alit mebretanem di Dadia Banjar Timbul
Pasek Gegel Desa Busungbiu, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng.
4. Jenis Data dan Sumber Data
Iqbal
(2002: 82) menyatakan bahwa data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu
hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan atau
suatu fakta yang digambarkan lewat angka, simbol, kode, dan lain-lain.
Menurut
Margono (1996: 23) menyatakan bahwa data adalah informasi yang diperoleh
langsung dari sumber informasi yang masih bersifat mentah, sehingga data perlu
segera diolah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder.
1. Data primer
Data primer adalah data yang dalam
perolehannya atau pengumpulannya didapatkan langsung dari lapangan. Data primer
juga disebut data asli (Iqbal, 2002:167). Yang diperlukan mengenai
data tentang prilaku masyarakat Hindu di desa Pakraman Petandakan bukan
saja terhadap prilaku yang tampak, tetapi lebih jauh adalah sejarah, rangkaian dan nilai pendidikan yang terkandung di dalam proses Upacara Nyegarain dalam upacara Pawiwahan. Data primer selain data yang telah disebutkan di atas
yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data tentang suatu gejala sosial
keagamaan yang bersifat kompleks, berupa data tentang gagasan, ide, pandangan,
motif–motif yang melandasi atau alasan-alasan yang terkait dengan permasalahan
penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah
data yang dalam perolehannya atau pengumpulannya didapat dari sumber yang telah
ada, data ini diperoleh dari perpustakaan atau dari hasil penelitian terdahulu
(Iqbal, 2002:167). Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku
yang relevan dengan tema penelitian ini, yaitu buku-buku yang menunjang dalam
pengkajian Upacara Nyegarain dalam rangkaian upacara pawiwahan di Desa Pakraman
Petandakan Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng.
5. Tehnik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan ini sangat penting dalam penelitian kualitatif
karena diperlukan berbagai jenis informasi,
baik yang bersumber dari informan maupun
dari sumber yang telah ada (buku-buku yang relevan dengan penelitian).
Terkait dengan data primer yang diperoleh melalui informan, maka dipandang
perlu untuk menetapkan informan penelitian.
Informan dalam penelitian ini di tunjuk dan ditetapkan secara snowball sampling. Teknik snowball
sampling (Bola salju) dimulai
dengan menetapkan satu atau beberapa orang informan kunci (key informants) dan melakukan interview
terhadap mereka secara bertahap atau berproses, dalam pelaksanaanya peneliti
akan menetapkan satu atau dua beberapa orang informan kunci (key informants) dan mengadakan interview atau wawancara terhadap mereka, kepada mereka kemudian
diminta arahan, saran petunjuk, siapa sebaiknya yang menjadi informan
berikutnya. Yang menurut mereka memiliki pengetahuan, pengalaman, informasi
yang dicari, selanjutnya penentuan informan berikutnya dilakukan dengan teknik
yang sama sehingga akan diperoleh jumlah informan yang semakin lama semakin
besar.
Di dalam penelitian ini
yang ditetapkan sebagai informan adalah Perbekel Desa Busungbiu, tokoh adat di Desa Busungbiu, Pamangku
yang bertugas di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel, dan beberapa anggota masyarakat Desa Busungbiu sebagai informan. Di samping para informan di atas,
dalam penelitian ini juga ditunjuk beberapa orang informan tambahan.
Orang-orang yang ditunjuk sebagai informan tambahan adalah orang-orang yang
benar-benar memahami tentang keberadaan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem sebagai salah satu tradisi yang sudah dilaksanakan secara
turun-temurun, misalnya
para pamangku, para pemuka agama Hindu,
dan beberapa orang tokoh agama Hindu yang berada di Dadia Banjar Timbul
Pasek Gegel Desa Busungbiu
Selain para informan di atas, dalam penelitian ini juga ditunjuk
beberapa orang informan tambahan. Orang-orang yang ditunjuk sebagai informan
tambahan adalah orang-orang yang benar-benar memahami tentang nilai-nilai
pendidikan Agama Hindu dalam Upacara Nyegarain dalam upacara Pawiwahan seseorang dari pencerminan prilakunya, misalnya para
tokoh agama Hindu, para tokoh adat yang peneliti ketahui, para pemuka agama
Hindu, dan beberapa orang anggota
masyarakat yang sudah malaksanakan upacara Nyegarain Dengan menggunakan sumber sumber
data seperti di atas, diharapkan perolehan data menjadi lebih kaya dan memadai.
Di samping tujuan tersebut di atas hal ini juga bertujuan untuk memberikan
peluang untuk melakukan pengecekan silang, sehingga kesahihan data yang
diperoleh serta keabsahan datanya bisa lebih terjamin.
6. Tehnik Pengumpulan Data
Setiap
karya tulis memerlukan suatu cara untuk mendapatkan data yang komplit. maka
perlu adanya metode agar peneliti menjadi terarah dan pengumpulan data. Metode
menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami objek menjadi
sasaran. Pengumpulan data merupakan pekerjaan peneliti. Pengumpulan data dalam
penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama untuk mencari data
dengan berinteraksi secara simbolik dengan informan / subjek yang diteliti
(Iskandara, 2006; 120).
Iqbal
(2002: 83), menyatakan bahwa pengumpulan data adalah pencatatan
peristiwa-peristiwa atau hal-hal atau
keterangan-keterangan atau karakteristis-karakteristis, sebagian atau seluruh
elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian. Untuk memperoleh
data yang tepat tentang Upacara Ngaben
alitb atau mebretanem di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu, Kecamatan
Busungbiu Kabupaten Buleleng
diperlukan beberapa cara atau teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut :
1. Metode Observasi
Margono
(1996: 158) menyatakan bahwa observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang
sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi atau penguatan
digunakan dalam penelitian ini dengan cara pengamatan langsung di daerah
penelitian serta melakukan pencatatan untuk mendapat keterangan- keterangan
yang akan mendukung hasil penelitian dan harus menggunakan alat bantu seperti
alat tulis dan kamera.
teknik observasi ini peneliti mengadakan
penelitian dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis.
Ada tiga teknik observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif,
yaitu : (1) Observasi partisipasi
(participant observation ), adalah
teknik pengumpulan data yang digunakan
untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan
dimana obsever benar- benar terlibat
dalam keseharian responden: (2) Observasi tidak
berstruktur, adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan quide observasi. Pada observasi ini
peneliti dan pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatan dalam mengamati
suatu objek; (3) Observasi
kelompok, adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu
atau beberapa objek sekaligus.Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi
tidak berstruktur agar peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa
yang terkait dengan masalah, melakukan analisis, dan kemudian dibuat
kesimpulan.
2. Metode Wawancara
Metode
wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi semacam tanya jawab secara langsung
antara penyalidik dengan subjek berupa percakapan yang bertujuan untuk
memperoleh informasi “ peneliti metode wawancara digunakan dalam suatu guna
memperoleh data yang lebih sistematis sebagai tujuan penelitian. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa tahapan dalam metode wawancara meliputi: (a) menentukan siapa
yang diwawancarai; (b) mempersiapkan wawancara; (c) gerak awal; (d) melakukan
wawancara; (e) menghentikan wawancara dan memperoleh rangkuman hasil wawancara.
Dalam penelitian ini, wawancara diposisiskan sebagai perangkat yang penting
terutama untuk memperoleh data kualitatif subjektif. Dengan demikian, dalam
penelitian ini disamping bermaksud untuk menjaring sebanyak- banyaknya
informasi dari berbagai sumber, tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang
ada ke dalam rancangan konteks yang unik serta menggali informasi yang akan
terjadi dasar penulisan karya ilmiah.
Iskandar
(2009: 131-132) menyatakan bahwa, model wawancara yang dapat digunakan oleh
peneliti kualitatif dalam melakukan penelitian sebagai berikut: (1) Wawancara terstruktur, adalah seorang
pewawancara atau peneliti telah menentukan format masalah yang akan
diwawancarai, yang berdasarkan masalah yang akan diteliti; (2) Wawancara tak terstruktur adalah
seorang peneliti bebas menentukan fokus masalah wawancara , kegiatan wawancara
mengalir seperti percakapan biasa, yaitu mengikuti an menyesuaikan dengan
situasi dan kondisi responden.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur.
Teknik ini peneliti ini gunakan karena peneliti belum mengetahui secara pasti
data apa yang akan diperoleh yang terkait dengan Upacara Ngaben Alit atau
mebretanem, sehingga peneliti lebih
banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisis
terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan
pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan penelitian. Pada
awal wawancara adalah hal-hal yang terkait dengan tujuan, dan bila sudah
terbuka kesempatan baru pertanyaan menarik pada tujuan, sehingga terlihat
formal.
3. Metode Kepustakaan
Nawawi
(1993: 133) menyatakan bahwa tehnik kepustakaan adalah tehnik yang
dipergunakan untuk memperoleh data yang
dilakukan dengan jalan mengumpulkan segala macam data serta mengadakan
pencatatan secara sistematis. Dengan tehnik ini data yang diperoleh dengan cara
atau jalan membaca buku-buku tentang teori dan tulisan-tulisan yang berkaitan
dengan permasalahan yang sedang diteliti kemudian dibantu dengan teknik
pencatatan secara sistematis.
Tehnik ini dipergunakan untuk
penelusuran berbagai literatur dan menelaahnva dan kaitannya dengan tema
penelitian ini. Manfaat penelusuran
literatur tersebut adalah untuk menggali teori-teori serta konsep-konsep yang
telah ditemukan oleh para ahli yang terdahulu, selalu mengikuti perkembangan
selanjutnya. Berdasarkan tehnik kepustakaan, maka penulis berusaha membaca
buku-buku yang relevan dengan penelitian ini, sehingga memperoleh data
penelitian.
Teknik kepustakaan digunakan
untuk mencatat hal- hal atau pokok- pokok bahasan dalam buku yang sesuai dengan
penelitian. Teori, konsep dan pemaparan dalam penelitian ini didukung uleh buku-buku
atau sumber lain yang dapat memberikan
perbandingan atau berperan besar sebagai bahan analisis. Teknik ini menggunakan
kecukupan refrensi berupa buku-buku yang dipergunakan sebagai pendukung untuk
menjawab permasalahan dalam penelitian mengenai Upacara Ngaben Alit atau mebretanem tersebut.
4. Metode Dokumentasi
Dokumentsi berasal dari kata dokumen yang
artinya barang-barang tertulis. Menurut Moleong (dalam Redana, 2006: 167) dinyatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitas adalah kata-kata
dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Menurut Bungin (2001 : 153),
menjelaskan bahwa kumpulan data disebut dokumendalam arti luas termasuk momen,
artefak, foto, mikro film dan sebagainya. Berdasarkan kedua pendapat diatas
maka disimpulkan bahwa metode dokumentasi adalah suatu cara untuk mengumpulkan
data melalui literature, dokumen prasasti dan sebagainnya yang berhubungan
dengan permasalahan yang diungkap.
7. Metode Analisis Data
Analisis
data dilakukan tidak hanya sekali tapi berulang- ulang dan secara bertahap pada
setiap data yang terkumpul guna menentukan pemecahan secara garis besar setelah
pencatatan di lapangan. Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah tahap
analisis, yaitu data dikerjakan sampai dapat menyimpulkan kebenaran-kebenaran
yang dapat dipakai untuk menjawab permasalahan-permasalahan.
Metode analisis data adalah suatu
cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan mempergunakan suatu metode
analisis data tertentu sehungga memperoleh kesimpilan sempurna. Analisis data
juga berarti prosedur memilih atau mengelompokkan data yang “ sejenis “ baik
menurut permasalahan penelitiannya maupun bagian- bagiannya. Dengan ungkapan
lain analisis data pada hakekatnya adalah pemberitahuan penelitian kepada
pembaca tentang apa saja yang hendak dilakukan terhadap data yang sedang dan
telah dikumpulkan. Sebagai
cara yang nantinya bisa memudahkan penelitian dalam memberikan penjelasan dan
mencari interpretasi dari responden atau menarik kesimpulan.
1. Reduksi data
Reduksi
data merupakan proses pengumpulan data penelitian, seorang peneliti dapat
menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan data yang banyak, apabila peneliti
mampu menerapkan teknik observasi, wawancara, atau dari berbagai dokumen yang
berhubungan dengan subjek yang diteliti. Peneliti harus mampu merekam data
lapangan dalam bentuk catatan lapangan (file
note), harus ditafsirkan,atau diseleksi masing-masing data yang relevan
dengan vfokus masalah yang diteliti (Iskandar,2009: 140).
Data
yang diperoleh peneliti dari lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama waktu penelitian di lapangan,
jumlah data yang diperoleh semakin banyak dan kompleks. Data tersebut perlu
dianalisis melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum atau membuat
ringkasan, menelusuri masalah, membuat satuan-satuan data yang lebih kecil
sesuai dengan masalah yang akan dikaji. Satuan-satuan yang peneliti buat
kemudian diberikan kode untuk memudahkan pemaparan data. Selama proses
pengumpulan data peneliti melakukan kegiatan menyeleksi atau memilah-milah
hasil observasi dan wawancara serta memusatkan perhatian sesuai dengan tema
penelitian.
2. Penyajian Data
Biasanya dalam penelitian kita mendapat data yang banyak.
data yang kita dapat tidak mungkin kita paparkan secara keseluruhan. Untuk itu
dalam penyajian data peneliti dapat dianalisis oleh peneliti untuk disusun
secara sistematis, atau simultan sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan
atau menjawab masalahyang diteliti. Maka dalam display data, peneliti
disarankan untuk tidak gegabah mengambil keputusan (Iskandar: 141-142).
Data subjek penelitian yang diperoleh melalui observasi
dan wawancara informan selama penelitian di lapangan terkait dengan tema
penelitian, selanjutnya dipaparkan dengan dicari pokok-pokok penting yang
terkandung didalamnya sehingga dapat diketahui dengan jelas maknanya. Data-data
tersebut selanjutnya diseleksi dan diberi kode untuk memperoleh konsep yang
lebih sederhana sehingga relatif lebih mudah dipahami.
3. Penyimpulan dan Verifikasi
Langkah-langkah yang telah ditempuh
seperti dipaparkan diatas akan menghasilkan simpulan yang bersifat sementara.
Simpulan yang bersifat sementara itu akan di uji dengan simpulan-simpulan data
yang terjaring dari hasil observasi dan wawancara berikutnya. Dari
simpulan-simpulan yang bersifat sementara itu akan di tarik simpulan umum
secara induktif sebagai hasil akhir penelitian. Ini berarti sejak semula
peneliti telah berusaha untuk mencari makna data yang dikumpulkan.
Iskandar (2009: 142)
menyatakan bahwa, mengambil kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data dan display data sehingga
data dapat disimpilkan, data peneliti masih berpeluang untuk menerima masukan.
Penarik kesimpulan sementara, masih dapat diuji kembali dengan data di
lapangan, dengan cara refleksi kembali,peneliti dapat bertukar pikiran dengan
tri angulasi, sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai. Bila proses siklus
sudah diuji kebenarannya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan dalam bentuk
deskriftif sebagai lapaoran penelitian.
Ketiga
proses analisis tersebut yakni reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan
merupakan langkah yang saling mengait secara integral sebagai sebuah lingkaran
analisis. Setelah dianalisis, data dapat disajikan sebagai sebuah laporan
penelitian.
DAFTAR
PUSTAKA
Bogdan, dan biklen. 1982. Qualitative Research for Education,an
Introduction to Theory and Methods. Second Edition. Allyn an Bacon A
Division of Simon & Schuster Inc
Iskandar, 2009. Metode
Penelitian Kualitatif, Jakarta: Gaung Persada (gp press).
Iqbql, Hasan.2002. Metodologi
Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghaila Indonesia.
Koentjaraningrat.1980. Beberapa
Pokok Antropologi Sosial. Jakarta:Dian Rakyat.
Moleong, Lexy. J.1993 Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Mulyana, 2007, dengan hasil
penelitiannya yang berjudul Upacara Karya Masekar di Pura Desa Pakraman Sangket
Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng (kajian nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu)
Pudja, G. 1999. Bhagawad Gita,
Surabaya : Paramita.
Susila,2007, Dengan Asil Penelitiannya Kajian Nilai
Religi Upacara Ngereh di Desa Adat Timpag Kecamatan Kerambitan Kabupaten
Tabanan.
Tim Penyusun, 1994. Penuntut Belajar Agama Hindu. 1994
Triguna, Ida Bagus Nyoman Yudha
(ed).1997. Sosiologi Hindu. Dirjen
Dimas Hindu dan Budha.
Wiana, I Ketut 2000. Makna Upacara Yadnya Dalam Agama Hindu.
Surabaya: Paramitha.
Wiana, I Ketut.2006. Sembahyang Hindu. Surabaya: Paramitha
Drs. Wikarman, I Nyoman Singgin,
Ngaben. Surabaya: Paramitha.2002.
Kaler, I gusti Ketut, Ngaben. Yayasan Dharma Naradha. 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar