Senin, 03 Februari 2014

PROPOSAL PENELITIAN TRADISI NGABEN ALIT (MEBRETANEM) DI DADIA BANJAR TIMBUL PASEK GEGEL DESA BUSUNGBIU KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG

PROPOSAL PENELITIAN

TRADISI NGABEN ALIT (MEBRETANEM) DI DADIA BANJAR TIMBUL PASEK GEGEL DESA BUSUNGBIU KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Perspektif Agama Hindu)


OLEH
LUH WIDYANINGSIH
NIM: 10.1.1.1.1.3881





JURUSAN PENDIDIKN AGAMA
FALKUTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGRI
DENPASAR
2013 






A. JUDUL: TRADISI UPACARA NGABEN ALIT(MEBRETANEM) DI DADIA BANJAR TIMBUL PASEK GEGEL DESA BUSUNGBIU KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG ( Perspektif Agama Hindu)
B. Latar Belakang    
          Pengamalan umat Hindu di Bali terhadap ajaran Agamanya, dengan jelas dapat dilihat melalui pelaksanaan-pelaksanaan upacaranya. Dan di kalangan umat Hindu telah muncul keinginan untuk meningkatkan kualitas hidup beragama dengan pendekatan nasional filosofis upaya mengatasi tradisi yang bersifat gugon tuwon dengan menggunakan sastra agama. Dalam konteks ini harus disadari beberapa pentingnya upacara agama, karena upacara agama ritual merupakan bagian dari Tri Kerangka Agama Hindu. Karena Ciri utama orang beragama adalah percaya dan Bhakti kepada Tuhan. Kalau hanya Bhakti dan percaya pada Tuhan sebagai syarat beragama belumlah cukup. Bagaimana agar kepercayaan dan Bhakti kepada Tuhan itu membawa seseorang pada peningkatan kualitas diri dalam kehidupan individu maupun sosial. Salah satu makna beragama adalah dapat menimbulkan sikap untuk siap beryadnya demi kepentingan dharma. Kepentingan dharma itu adalah berpegangan pada kebenaran, berbuat kebajikan, pada sesama dan taat pada kewajiban masing-masing.
            Wiana (2006:30) beryadnya bukanlah berarti melakukan upacara Agama belaka. Beryadnya disini artinya berkorban dengan berbagai hal dengan niat suci dan tulus iklas seperti halnya mengorbankan perasaan demi kepentingan bersama. Yang merupakan kesadaran Yajña tertinggi. Apalagi pengorbanan tersebut dapat menimbulkan dampak yang baik.
            Yajña merupakan suatu korban suci secara tulus iklas yang di dalam umat Hindu meyakini bahwa pada setiap kelahirannya ke dunia dikatakan terikat hutang (Rna). Oleh sebab itu wajib hukumnya bagi setiap umat Hindu untuk membayar hutang-hutang (Rna) tersebut dengan menyelenggarakan Yajña. Hutang atau Rna yang diyakini oleh umat Hindu tersebut dapat dibayar melalui Tri Rna. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeka, (1989:11) menyatakan bahwa Tri Rnam berarti tiga macam hutang budi, yaitu: (1) Hutang jiwa kepada Ida Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan dan menghidupkan manusia dengan segala isinya, (2) Hutang hidup kepada Leluhur terutama Ibu dan Bapak yang telah melahirkan dan membesarkan hingga dewasa, (3) Hutang jasa kepada para Maha Rsi, Guru yang telah berjasa dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kerokhanian, seni budaya, tuntunan hidup suci, dan sebagainya.
Jika dilihat dari proses penerapannya, maka pelaksanaan ajaran Bhakti Marga dapat dibagi atas dua tingkatan yaitu : "Apara Bhakti dan Para Bhakti. Apara bhakti yaitu cara bhakti yang ditempuh oleh manusia dengan menggunakan sarana-sarana yang berbentuk, misalnya daun, bunga, air, dan buah. Sedangkan Para bhakti yaitu cara bhakti yang ditempuh oleh manusia dengan menggunakan mantra dan nyanyian suci atau pujaan". Namun bagi umat Hindu kebanyakan cenderung memilih ajaran bhakti yakni rasa cinta kasih kasih yang pelaksanaannya dapat diwujudkan dengan upacara-upacara yadnya (Tim Penyusun, 1999:21).
Tri Rna merupakan hutang yang dibayar melalui Yadnya baik itu upacara maupun perbuatan baik. Dalam agama Hindu upacara diklasipikasikan menjadi lima golongan yang disebut Panca Yajña.   yaitu: (1) Dewa Yajña., (2) Pitra Yajña, (3) Rsi Yajña, (4) Bhuta Yajña, dan (5) Manusa Yajña. Dalam Paca Yajña.yang dilaksanan masyarakat hindu di Bali banyak terdapat tradisi lokal yang dalam bentuk dan wujud pelaksanaannya memiliki banyak perbedaan, yang dikemas dan diterapkan sesuai dengan adat istiadat setempat. Seperti dalam upacara Pitra Yajña Pengabenan di banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng  terdapat Upacara Ngaben Alit atau mebretanem yang tetap dilaksankan sampai sekarang ini.
Di Sebutkan dalam Manawa Dharmasastra II.12 dan 18 ada istilah Sadacara. Kata Sadacara berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata sat yang artinya kebenaran Weda. Dari kata sat inilah muncul kata satya yang artinya kebenaran Weda. Sedangkan kata acara artinya kebiasaan yang telah menguat dalam masyarakat sampai menjadi adat istiadat. Dengan demikian, Satacara dalam bentuk sandi menjadi Sadacara, artinya tradisi atau adat istiadat berdasarkan Weda.
Bertitik tolak dari pendapat di atas Masyarakat di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Banjar Timbul desa Busungbiu masih melestarikan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun di zaman modernnisasi sekarang ini yaitu Upacara Ngaben Alit atau mebretanem dalam upacara Pitre  Yajña. Upacara ini tergolong unik sekali, karena masyarakat di dadia banjar Timbul Pasek Gegel wajib melaksanakan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem dan apabila upacara ini tidak dilaksanakan diyakini oleh masyarakat banjar Timbul Pasek gegel akan medapatkan sebuah Bhisama dari leluhur. Maka dari itu masyarakat banjar  Timbul Pasek Gegel  masih mempertahankan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem sebagai warisan leluhur  masyarakat Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu  , Kabupaten Buleleng.
             kelima jenis upacara tersebut, maka Upacara Ngaben Alit atau mebretanem  tergolong ke dalam upacara Pitra Yadnya yang dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Banjar Timbul Pasek Gegel. Di dalam Kaitannya dengan pelaksanaan Tri Hita Karana, Upacara Ngaben Alit atau mebretanem  merupakan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan. Upacara Ngaben Alit atau mebretanem ini memiliki suatu keunikan khusus diantara upacara-upacara keagamaan yang lain yang ada di Desa Busungbiu sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat upacara ini sebagai bahan penelitian.hanya dadia banjar Timbul pasek Gegel yang menggunakan upacara Ngaben Alit atau mebretanem ini yang telah mereka lakukan secara turun-temurun. Dan kebanyakan masyarakat dadia Banjar Timbul pasek Gegel  belum mengetahui makna yang terkandung dalam Upacara Ngaben Alit atau mebretanem tersebut. Inilah faktor yang mendorong penulis untuk memilih dan mengangkat Upacara Ngaben Alit atau mebretanem ini sebagai objek penelitian.




 


C. Rumusan Masalah
           Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1.      Bagaimana persepsi masyarakat Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel  terhadap pelaksanaan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel, Desa Busunbiu.Kecamatan Busungbiu  Kabupaten Buleleng?
2.      Bagaimana prosesi pelaksanaan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Keqcamatan Busungbiu Kabupteqn Buleleng ?
3.      Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam pelaksanaan Upacara Ngaben Alit  di Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng ?
D. Tujuan Penelitian
            Setiap orang yang melakukan penelitian pasti mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai demikian pula penelitian ini. Demikian pula  dengan penelitian yang dilaksanakan ini memiliki beberapa tujuan, yaitu  sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
            Tujuan umum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah disamping  dapat mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian yang mendalam tentang Upacara Ngaben Alit,atau mebretanem serta bertujuan agar para pembaca mendapat pengetahuan yang baru dari karya tulis ini serta bertujuan sebagai berikut :
             Diupayakan menyebarluaskan, memperkenalkan, dan melestarikan upacara-upacara yadnya yang selama ini masih merupakan ciri khas desa tertentu kepada pemerintah, masyarakat luas untuk membuka sikap dan pandangan yang lebih luas tentang  yadnya. Karena upakara dan upacara yang mempunyai hubungan erat dengan pendidikan moral atau susila maupun filsafat, ini merupakan hal yang sangat perlu ditingkatkan. Dan dengan terpeliharanya ajaran-ajaran agama serta ajaran-ajaran budi pekerti, etika yang berdasarkan kitab suci maka budaya Bali akan dapat hidup terus.
2. Tujuan Khusus
            Berdasarkan tujuan umum diatas dalam penelitian ini, mempunyai tujuan khusus sebagai berikut:
Untuk mengetahui persepsi masyarakat Banjar Timbul Pasek Gegel  terhadap pelaksanaan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem
1.       Untuk mengetahui prosesi pelaksanaan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem di Dadia banjar Timbul Pasek Gegel dan Dalem Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng.
2.       Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam pelaksanaan Upacara Ngaben Alit mebretanem di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu,kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng.
D. Manfaat Penelitian
            Manfaat penelitian merupakan hal yang sudah biasa bahwa sebuah penelitian ilmiah yang dilakukan oleh seseorang mempunyai tujuan dan manfaat tertentu. Melalui pelaksanaan penelitian ini, di harapkan hasil-hasilnya dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang di peroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
1.                   Melalui penelitian yang dilaksanakan dapat bermanfaat bagi umat Hindu pada umumnya dan khususnya bagi umat Hindu di Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng mengenai teori-teori maupun tata cara serta menfaat melakukan suatu upacara agama.
2.      Dapat menambah wawasan dan pengetahuan agama terutama yang ada kaitannya  dengan upacara agama bagi masyarakat Hindu pada umumnya.
2. Manfaat praktis
1.      Bagi masyarakat penelitian ini dapat dipakai sebagai pedoman di dalam melaksanakan suatu upacara keagamaan
2.      Bagi generasi muda penelitian ini dapat dipakai sebagai pedoman untuk menggali nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara keagamaan.
3.      Bagi PHDI penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman dalam rangka pembinaan umat Hindu.
4.      Bagi peneliti bermanfaat untuk mendapatkan data selengkap-lengkapnya  mengenai bentuk, tata cara dan tujuan dari Upacara Ngabeqn Alit atau mebretanem
F. Kajian Pustaka
            Iskandar (2009: 100), menyatakan  bahwa : kajian pustaka literatur perlu dilakukan untuk menguasai teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Penelitian tidak mungkin dilakukan dengan baik tanpa orientasi pendahuluan yang bersumber kepada literatur yang berhubungan dengan penelitian. Salah satu yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian kualitatif adalah mendayagunakan sumber informasi yang terdapat dalam literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian.
            Rusmini (2001) Penelitian yang berjudul “Kajian Tentang Nilai-Nilaai Pendidikan Agama Hindu Dalam Pelaksanaan Pengabenan, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng” menyebutkan bahwa tujuan pengabenan adalah untuk mensucikan arwah leluhur kita agar mendapat tempat yang baik di alam sana.
Berdasarkan hasil penelitian dan buku-buku tersebut di atas memberi kontribusi terhadap penelitian yang akan dilakukan sebagai perbandingan dan kajian
G. Konsep
            Konsep adalah suatu variabel yang dipergunakan oleh peneliti sebagai building block untuk membangun proposisi yang kelak diharapkan dapat menerangkan dan memprediksi suatu fenomena. Sebuah konsep merupakan satu kesatuan pengertian yang saling berkaitan (Sunyoto Usman 1.1.3). Dengan demikian bukan hanya sekedar sederetan gejala yang dirangkai menjadi satu pernyataan.
Menurut Poerwadarminta, (1993:520) menyatakan bahwa konsep yang berarti rancangan atau buram. Konsep berfungsi menyederhanakan arti kata atau pemikiran tentanng ide-ide, hal-hal dan kata-kata benda maupun gejala sosial yang digunakan, agar orang lain yang membaca dapat segera memahami maksud sesuai dengan keinginan penulis. Konsep penting dalam penelitian ilmiah, karena kejelasan konsep dapat menyebabkan terjadinya interaksi positif antara peneliti dengan pembaca. Jelasnya pengutaraan konsep definisi atau istilah tersebut akan memperlancar komunikasi antara penulis dan pembaca yang ingin mengetahui isi tulisan atau isi penelitian. Dalam penelitian ini ada sejumlah konsep yang diperlukan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian.
Jadi dalam penelitian ini, konsep yang digunakan adalah konsep dalam arti rancangan, yaitu suatu rancangan yang akan dilakukan dalam melakukan suatu penelitian tentang: Tradisi Ngaben alit (mebretanem) di Dadya banjar Timbul pasek gegel desa Busungbiu kecamatan Busungbiu kabupaten Buleleng.
1.Tradisi
            Menurut Marjanto (dalam Darmiarini,2010:140 kata tradisi berasal dari bahasa latin traditionyang berarti diteruskan. Dalam pengertian sederhana, tradisi diartikan sebagai suatu yang telah dilakaukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat.Dalam pengertian tradisi, hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi kegenerasi baik tertulis maupun lisan. Selain itu tradisi juga dapat diartikan sebagai suatu gambaran sikap dan prilaku mnusiaa yang telah berproses dlam waktu lama dan dilakukan  secara turun temurun yng dimulai dari nenek moyang. Dari penjelasan tersebut diatas tradisi merupakan suatu hal yang telah menjadi kebiasaan seseorang. Tradisi ini telah melewati proses yang cukup lama yaitu nenek moyang sampai sekarang sehingga tradisi dapat mengalami suatu perubahan
3.Upacara Ngaben Alit (mebretanem)
            Dalam kehidupan beragama Hindu baik di Bali pada khususnya dan di luar Bali pada umumnya sangat identik dengan upacara agama. Karena upacara agama merupakan unsur yang paling utama sejajar dengan Tattwa, Etika dan Agama. Ketiga hal tersebut disebut Tri Kerangka Agama Hindu yang diumpamakan seperti sebutir telur. Upacara adalah kulitnya, Etika adalah putihnya dan Tattwa adalah kuningnya. Telur akan dapat menetas dengan baik menjadi anyar apabila ketiga unsur tersebut dapat berfungsi dengan baik sehingga ketiga hal tersebut saling berkaitan.
            Menurut Buku Upadesa, upacara adalah cara-cara melakukan hubungan antara atman dengan paramatman, antara manusia dengan Hyang Widhi serta semua manifestasinya dengan jalan yadnya untuk mencapai kesucian jiwa. Untuk upacara-upacara ini menghubungkan dirinya dengan Hyang Widhi dalam bentuk nyata (Parisada Hindu Dharma, 1978:63).
            Di dalam Buku Upada Sastra disebut bahwa : "Upacara berarti suatu rangkaian kegiatan manusia dalam usahanya mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
            Menurut Mas Putra (1982:13); upacara berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan salah satu gerak dalam melaksanakan yadnya. Sumber lain menyebutkan upacara adalah peralatan (membuat alat) dalam hal perbuatan yang berhubungan dengan adat kebiasaan agama (Poerwadarminta, 1996:132).
            Di dalam buku pelajaran agama Hindu untuk Perguruan Tinggi diungkapkan sebagai berikut: Kata Upacara dalam bahasa Sanskerta berarti mendekati. Dalam kegiatan upacara agama diharapkan terjadinya suatu upaya untuk mendekatkan diri kepada Hyang Widhi Wasa, kepada sesama manusia,kepada alam lingkungan, pitara maupun Rsi. Pendekatan itu diwujudkan dengan berbagai bentuk perubahan maupun tata pelaksanaan sebagai yang telah diatur dalam ajaran agama Hindu (Timm Penyusun,1994:152)
 Beberapa pengertian upacara diatas dapat disimpulkan bahwa upacara adalah suatu aktivitas umat manusia untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan yang berbentuk yadnya sehingga tercipta kehidupan yang sejahtera lahir dan bathin, Salah satunya yaitu Upacara  Ngaben Alit atau mebretanem.
Upacara Ngaben Alit (Mebretanem) berasal dari kata Upacara dan Ngaben. Upacara adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan atau pelaksanaan dari pada upacara-upacara dalam salah satu Yajña.
Jadi pengertian Upacara Ngaben Alit atau mebretanem adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan tentang korban atau persembahan sebagai upacara ganti rugi pemberitahuan (atur piuning,  ucapan terimakasih serta mohon keselamatan) yang ditujukan kepada Ida Sang Hyang Widhi ( Tuhan Yang Maha Esa ) dengan pelaksanaannya dipura.
4. Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu
1. Pengertian Nilai
Manusia dalam kehidupan sehari harinya selalu terbentuk dari nilai, artinya tanpa disadari prilaku kehidupan manusia selalu diukur dengan nilai baik itu nilai etika, estetika, ekonomi, dan lain-lain. Pengertian nilai tidak dapat dipisahkan dengan akalogi yakni cabang Filsafat yang mempelajari masalah nilai.
Menurut Poerwadarminto (1993:667) dalam kamus besar Bahasa Indonesia, disebut pengertian nilai sebagai berikut: 1) harga (dalam taksiran harga), misalnya tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan nilai hitam. 2) harga uang (dibandingkan dengan nilai uang lainnya), misalnya dolar terus menurun. 3) angka kepandaiaan, biji, canten: misalnya rata-rata pelajaran sembilan, sekurang-kurangnya nilai tujuh untuk ilmu pasti baru dapat diterima diakademi tehnik. 4) banyak sedikitnya isi, kadar mutu : misalnya nilai gizi, bermacam jeruk, hampir sama, suatu karya sastra yang tinggi nilainya, 5) sifat (hal-hal), yang penting atau berguna bagi kemanusiaan misalnya nilai tradisional yang dapat mendorong pembangunan perlu kita kembangkan.
Berdasarkan beberapa kutipan dan penjelasan diatas tentang pengertian nilai maka dapat dicermati nilai adalah sesuatu yang berguna bagi manusia, baik untuk kehidupan secara lahir dan batin. Nilai dapat dijadikan sebagai pedoman atau landasan bagi kehidupan manusia dalam setiap perbuatannya yang sesuai dengan norma-norma peraturan peraturan yang mengarah pada perbuatan yang terpuji.
2.        Pendidikan Agama Hindu
Suryabrata (1982:12) mengenai pendidikan secara ethimologi, “pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogiek. Pais berarti anak dan gogos berarti membimbing/tuntunan dan iek berarti ilmu. Dalam bahasa inggris berasal dari kata education berasal dari bahasa Yunani educare yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun dan berkembang”. Pendidikan juga dijelaskan dari bahasa latin “educare” yang berarti mengeluarkan suatu kemampuan, “e” adalah keluar dan ducare berarti membimbing. Jadi educare adalah membimbing untuk mengeluarkan kemampuan yang tersimpan dalam diri anak untuk tercapai kedewasaan.
Selanjutnya  Brubacher (dalam Suryabrata, 1982:14) dalam bukunya yang berjudul modern of philosophy of education disebutkan bahwa  education should thouth of as the procces of mans reciprocal adjustment to be nature to his fellow, and to the ultimates nature of the comon, jika diterjemahkan secara bebas maksudnya pendidikan adalah sebuah proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya terhadap alam, dengan teman, dan dengan alam semesta.
Ki Hajar Dewantara (dalam Suryabrata, 1982:14) memberikan penjelasan tentang pendidikan itu adalah, daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak.
 Titib (2003:13) bahwa pendidikan itu adalah usaha yang dilaksanakan dengan sengaja oleh orang yang lebih tua (orang tua dan guru), untuk mempengaruhi orang lain (anak dan siswa) dengan mentransfer nilai-nilai tertentu kepada siswa, guna mempermudah siswa itu untuk memecahkan pesoalan-persoalan hidupnya untuk mencapai tujuan hidupnya.
Buku Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu menyebutkan bahwa pendidikan agama Hindu dibagi menjadi dua yaitu pendidikan agama Hindu di luar sekolah dan pendidikan agama Hindu di dalam sekolah (Tim, 2001: 9).
Tujuan Pendidikan di luar sekolah adalah :                        
1.       Menanamkan agama Hindu itu menjadi keyakinan dan landasan segenap kegiatan umat dalam semua peri kehidupannya.
2.       Ajaran agama Hindu mengarahkan pertumbuhan tanpa kemasyarakatan umat Hindu hingga serasi dengan Pancasila dasar negara RI.
3.       Menyerasikan dan menyeimbangkan pelaksanaan bagian-bagian ajaran agama Hindu dalam masyarakat antara tattwa, susila dan upacara.
4.       Untuk mengembangkan hidup rukun antara umat beragama (Kurikulum Pendidikan Agama Hindu Sekolah Dasar, 1994:2)
Sedangkan Tujuan Pendidikan Agama Hindu di Sekolah adalah :
1.       Membentuk manusia Pancasilais yang Astiti Bhakti (bertattwa) kepada Sang Hyang Widhi Wasa.
2.       Membentuk moral, etika dan spiritual anak didik sesuai dengan ajaran agama Hindu (Tim,  2001:24).
           Pengertian pendidikan agama Hindu di atas diharapkan dapat dipakai sebagai pelita di dalam menerangi kegelapan umat Hindu di dalam mengarungi kehidupannya, agar umat Hindu dapat mengetahui mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, semua agama sesungguhnya merupakan pegangan untuk mewujudkan kebahagiaan masyarakat atau umatnya demikian pula halnya dengan agama Hindu merupakan alat atau jalan untuk mencapai suka tanpa wali duka yaitu kebahagian yang kekal dalam keadaan bersatunya atman dengan brahman atau dengan bahasa Agama Hindu yaitu jagadhita dan moksa. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam kitab suci Weda : Moksartham Jagadhitaya Ca iti Dharma  yang artinya kelepasan sang diri dan kesejahteraan hidup bersama demikianlah dharma kita. Moksa berarti kebebasan roh dari ikatan duniawi atau kelepasan, bebas dari dosa, juga berarti manunggalnya atman dengan Tuhan. Kebahagiaan itu dapat ditempuh dengan beberapa jalan yang disebut catur marga serta melaksanakan Yajña dan menegakkan dharma.
Pemahaman terhadap konsep pendidikan agama Hindu akan mempermudah dalam penelitian ini. Kaitannya dengan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem yang dilaksanakan oleh Masyarakat Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupateqn Buleleng.Yang menjadi kajian akan tampak kandungan nilai pendidikan agama Hindu dalam upacara tersebut.
H. Landasan Teori
            Teori merupakan suatu alat hal yang penting, dalam memecahkan suatu permasalahan dalam penelitian ilmiah. Pada penelitian yang bersifat kualitatif, diharapkan masalah yang berkembang sesuai dengan fakta atau kenyataan yang ada di lapangan.
            Guna memberikan suatu jawaban terhadap permasalahan untuk mencapai tujuan, akan disampaikan beberapa pendapat para sarjana dan pandangan para sarjana yang relevan untuk dapat dipakai landasan dalam membahas dan membicarakan permasalahan yang sedang dihadapi. Untuk itu perlu kiranya dicarikan beberapa dasar pembenaran terhadap permasalahan tersebut agar dapat memberikan gambaran atas jawaban selanjutnya.
             Teori merupakan sarana informasi ilmiah yang diperoleh dengan meningkatkan abstraksi pengertian-pengertian maupun hubungan-hubungan pada proposisi (Triguna dkk, 1987:12). Jadi dari semua pengertian di atas dapat diartikan bahwa, teori merupakan alat bantu yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ilmiah. Agar hasil yang didapatkan lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
            Melihat dari permasalahan yang diangkat maka teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:           
1. Teori Religi
      Pada sistem religi ini akan diuraikan lima komponen religi sebagai keyakinan dari kehidupan umat beragama. Adapun kelima komponen yang dimaksud akan dibahas secara berturut-turut sebagai berikut :
      Emosi keagamaan atau religions adalah semua aktivitas manusia yang dengan relegi berdasarkan atas suatu getaran jiwa. Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk berbeda detik saja untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melaksanakan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Emosi keagamaan menyebabkan sesuatu benda, suatu tindakan atau suatu gagasan, mendapat suatu nilai keramat atau sacred value dan dianggap keramat. Benda-benda, tindakan-tindakan atau gagasan-gagasan yang biasanya tidak keramat apabila dihadapi oleh manusia yang dihinggapi oleh emosi keagamaan sehingga seolah-olah terpesona, maka benda-benda, tindakan-tindakan dan gagasan-gagasan tadi menjadi (Koentjaraningrat, 1998:376).
Karena getaran jiwa yang disebut emosi keagamaan tadi bisa juga dirasakan seorang individu dalam keadaan sendiri, maka suatu aktivitas religius dapat dilakukan seorang diri dalam keadaan sunyi senyap. Seorang bisa berdoa, bersujud atau melakukan solat sendiri dengan penuh hikmat, dan dalam keadaan terhinggap oleh emosi keagamaan ia akan membayangkan Tuhan, Dewa, Roh atau lainnya. Wujud dari bayangan tadi akan ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan yang lazim hidup dalam masyarakat dan kebudayaannya, dan selanjutnya kelakuan-kelakuan keagamaan yang dijalankan akan juga menurut adat yang lazim. Walaupun orang bisa melakukan aktivitas religius seorang diri ia tidak dapat melakukan suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh orang lain, sama sekali dicetuskan oleh pikirannya sendiri. Misalnya : seorang mengunjungi makan ibunya, ia terhinggap oleh emosi keagamaan dan membayangkan ibunya lagi, serta percaya bahwa ibunya itu hidup di sorga, menjaga keselamatannya, dan bisa melihat ia dari atas. Kemudian kalau ia mulai membakar kemenyan dan menaburkan bunga di atas makam, makan kelakuan-kelakuan religius itupun telah menurut adat yang lazim dalam kebudayaan (Koentjaraningrat, 2000:145).
Tentang asal mula timbulnya emosi keagamaan ini sangat sulit bahkan tidak mungkin dapat ditentukan pasti, mengingat segala sesuatu yang termasuk di dalamnya sangat kompleks dan selalu berkembang sesuai dengan keadaan yang menyertainya. Namun demikian secara prinsip harus diakui bahwa emosi keagamaan merupakan pendorong yang sangat kuat timbulnya tingkah laku atau tindakan-tindakan yang serba relegi dan keramat.
            Sri Rshi Anandakusuma (1986:3) menjelaskan bahwa "Dalam ajaran agama Hindu yang termasuk dalam emosi keagamaan adalah rasa takut, sakit bahkan bisa mati. Hal ini disebabkan apabila di dunia besar ataupun di dunia kecil terjadi sesuatu hal yang gaib, maka pikiran cepat terpengaruh lalu menjadi takut, sakit dan mungkin bisa mati karena amat takutnya.
            Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi keagamaan adalah suatu getaran jiwa yang menggerakkan jiwa manusia untuk melakukan suatu aktivitas-aktivitas yang bersifat relegi. Selain itu yang juga termasuk dalam emosi keagamaan yaitu rasa takut, terpesona terhadap hal-hal yang bersifat gaib dan keramat.
Adapun teori Teori Religi ini digiunakan untuk membedah rumusan masalah no 1, yang membahas tentang Persepsi masyarakat Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu terhadap upacara Ngaben Alit atau mebretanem
2. Teori Interaksionalisme Simbolik
            Teori interaksionalisme simbolik menurut Bodga dan Taylor mengemukakan orang senantiasa berada dalam suatu proses interpretasi dan definisi karena mereka harus terus menerus bergerak dari suatu situasi lain. Sebuah situasi atau fenomena akan bermakna apabila ditafsirkan dan didefinisikan (Suprayogo, 2001 : 105).
            Orang dengan potensi yang  dimiliki dianggap mampu menjadi objek untuk dirinya sendiri dan sebagai subjek yang mampu melihat tindakan-tindakannya seperti orang lain melihatnya. Dengan kata lain, manusia dapat membayangkan serta sadar diri dan prilakunya dari sudut pandang orang lain. Dengan demikian, manusia dapat mengkonstruksi prilakunya dengan membangkitkan respon tertentu dari orang lain karena manusia adalah perlambang bermakna.
            Tindakan atau perilaku seseorang atau sekelompok orang bergantung pada bagaimana mendefinisikan lingkungannya dan lingkungan mendefinisikan dirinya. Peranan sosial, nilai, norma dan tujuanlah yang membentuk kondisi dan tanggung jawab bagi perbuatan.
            Simbol adalah suatu hal yang diterima dengan persetujuan umum sebagai yang mewakili atau yang menjadi ciri khas dari suatu yang dipenuhi dengan kualitas atau yang terdapat dalam kenyataan atau pikiran (Tuner, 1990 : 18). Simbol atau lambang dapat mengantar pemahaman terhadap objek karena karakteristik simbol tidak terbatas pada isyarat fisik, tetapi dapat terwujud kata-kata, sebagai simbol suara yang mengandung arti.
            Adapun teori Interaksi interaksionalisme ini, yaitu untuk membedah rumusan masalah no 2 yang membahas tentang prosesi upacara Nyegarain.
3. Teori Nilai
Nilai menurut Louis O.Kattsof (dalam Soemargono, 2004:324-335) mengandung beberapa makna : berarti berguna baik atau benar atau indah, objek dari keinginan, mempunyai kualitas yang dapat mengakibatkan orang mengambil sikap untuk “setuju” mempunyai sifat tertentu dalam sebagai tanggapan atas sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ; nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, nilai sebagai objek suatu kepentingan dan nilai sebagai suatu esensi serta hubungan antara sarana dengan tujuan yang ingin dicapai.
Lebih ditekankan lagi bahwa nilai mengandung dua unsur yakni mengkaji kebaikan (kesusilaan) dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan. Sedangkan dalam kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1986:96) dijelaskan tentang  pengertian nilai sebagai berikut, sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, misalnya nilai-nilai agama yang perlu diindahkan.
Koentjaraningrat (1985:25) mengatakan nilai diartikan suatu hal yang berisikan ide-ide yang mengonsepsikan hal-hal, yang penting, berharga dalam kehidupan dalam masyarakat. Dalam  buku kamus Filsafat dinyatakan bahwa nilai dapat di artikan dengan harkat, kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, berguna atau dapat menjadi objek kepentingan.
            Adapun teori Nilai ini, yaitu untuk membedah rumusan masalah no 3 yang membahas nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Upacara Ngaben Alit atau mebretanem
I. METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
            Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan proses kegiatan mengungkapkan secara logis, sistematis, dan emperis terhadap fenomena-fenomena sosial yang terjadi di sekitar kita untuk direkontruksiguna mengungkapkan kebenaran bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Kebenaran yang dimaksud adalah keteraturan yang menciptakan keamanan, ketertiban, keseimbangan, dan kesejahteraan masyarakat (Iskandar, 2009: 1). Dengan pendekatan kualitatif juga akan dapat terungkap ide atau gagasan dibalik pernyataan dan aktifitas mereka terutama terkait dengan makna dari suatu benda, tindakan dan peristiwa- peristiwa dalam kehidupan sosial masyarakat. Selain itu dengan penelitian kualitatif, penelitian dapat memperoleh pengetahuan dan sejumlah informasi asli dari subjek penelitian.
2. Pendekatan Penelitian
            Penelitian tentang Upacara Ngaben Alit atau mebretanem di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng Kajian Nila-Nilai Pendidikan Agama Hindu. Merupakan studi tentang agama. Dalam studi tentang agama ada tujuh pendekatan yang digunakan yaitu: (1) pendekatan Antropologis, (2) Fenimis, (3) Fenomenologis, (4) Filosofis, (5) Psikologis, (6) Sosiologis, dan (7) Teologis. Connolly, (dalam Donder, 2005:158).
            Berdasarkan ketujuh pendekatan ini, pendekatan fenomenologis merupakan pendekatan yang paling dekat dengan penelitian yang sedang dilaksanakan   Pendekatan fenomenologis  Moleong (2003:15) dinyatakan bahwa fenomenologis adalah pendekatan untuk menyelidiki pengalaman kesadaran, yang berkaitan dengan pertanyaan seperti;  bagaimana pembagian antara subjek (ego)  dengan objek (dunia)  muncul dan bagaimana suatu hal di dunia ini diklasifikasikan.
            Berdasarkan uraian di atas penelitian ini lebih menonjolkan pendekatan Teologi Hindu  fenomenologis, karena penelitian ini menyoroti masalah aspek ketuhanan dan berbagai fenomena sosial di masyarakat khususnya di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu yang melaksanakan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem
3.      Lokasi Penelitian
            Lokasi penelitian yang dilaksanakan ini adalah di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng. Dipilihnya Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu sebagai lokasi penelitian, karena keunikan masyarakatnya dalam melaksankan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem yang upacaranya di lakukan hanya di kubur saja dan kuburannya itu rata dengan tanah dan setelah itu menggunakan banten pada umumnya orang meninggal dan orang yang sudah meninggal itu di anggap sudah bersih atau Ngaben, dimana secara umum dalam melaksanakan upacara Ngaben  tidak ada hanya di kubur saja sudah bersih atau sudah Ngaben
3. Objek Penelitian   
Menurut Hamidi (2004:20) Objek penelitian adalah setiap gejala atau peristiwa yang akan diteliti, apakah itu gejala alam (natural fenomena) maupun gejala kehidupan (efek fenomena). Dalam penelitian ini yang merupakan objek penelitian adalah upacara Ngaben Alit mebretanem di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng.
4. Jenis Data dan Sumber Data
            Iqbal (2002: 82) menyatakan bahwa data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan atau suatu fakta yang digambarkan lewat angka, simbol, kode, dan lain-lain.
            Menurut Margono (1996: 23) menyatakan bahwa data adalah informasi yang diperoleh langsung dari sumber informasi yang masih bersifat mentah, sehingga data perlu segera diolah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
1.  Data primer
Data primer adalah data yang dalam perolehannya atau pengumpulannya didapatkan langsung dari lapangan. Data primer juga disebut data asli (Iqbal, 2002:167). Yang diperlukan mengenai data tentang prilaku masyarakat Hindu di desa Pakraman Petandakan bukan saja terhadap prilaku yang tampak, tetapi lebih jauh adalah sejarah, rangkaian dan nilai pendidikan  yang terkandung di dalam proses Upacara Nyegarain  dalam upacara Pawiwahan. Data primer selain data yang telah disebutkan di atas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data tentang suatu gejala sosial keagamaan yang bersifat kompleks, berupa data tentang gagasan, ide, pandangan, motif–motif yang melandasi atau alasan-alasan yang terkait dengan permasalahan penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dalam perolehannya atau pengumpulannya didapat dari sumber yang telah ada, data ini diperoleh dari perpustakaan atau dari hasil penelitian terdahulu (Iqbal, 2002:167). Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang relevan dengan tema penelitian ini, yaitu buku-buku yang menunjang dalam pengkajian Upacara Nyegarain dalam rangkaian upacara pawiwahan di Desa Pakraman Petandakan Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng.
5. Tehnik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan ini sangat penting dalam penelitian kualitatif karena diperlukan berbagai jenis informasi, baik yang bersumber dari informan maupun dari sumber yang telah ada (buku-buku yang relevan dengan penelitian). Terkait dengan data primer yang diperoleh melalui informan, maka dipandang perlu untuk menetapkan informan penelitian.
Informan dalam penelitian ini di tunjuk dan ditetapkan secara snowball sampling. Teknik snowball  sampling (Bola salju) dimulai dengan menetapkan satu atau beberapa orang informan kunci (key informants) dan melakukan interview terhadap mereka secara bertahap atau berproses, dalam pelaksanaanya peneliti akan menetapkan satu atau dua beberapa orang informan kunci (key informants) dan mengadakan interview atau wawancara  terhadap mereka, kepada mereka kemudian diminta arahan, saran petunjuk, siapa sebaiknya yang menjadi informan berikutnya. Yang menurut mereka memiliki pengetahuan, pengalaman, informasi yang dicari, selanjutnya penentuan informan berikutnya dilakukan dengan teknik yang sama sehingga akan diperoleh jumlah informan yang semakin lama semakin besar.
            Di dalam penelitian ini yang ditetapkan sebagai informan adalah Perbekel Desa Busungbiu, tokoh adat di Desa Busungbiu, Pamangku yang bertugas di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel, dan beberapa anggota masyarakat Desa Busungbiu sebagai informan. Di samping para informan di atas, dalam penelitian ini juga ditunjuk beberapa orang informan tambahan. Orang-orang yang ditunjuk sebagai informan tambahan adalah orang-orang yang benar-benar memahami tentang keberadaan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem  sebagai salah satu tradisi yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun, misalnya para pamangku, para pemuka agama Hindu,  dan beberapa orang tokoh agama Hindu yang berada di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu
            Selain para informan di atas, dalam penelitian ini juga ditunjuk beberapa orang informan tambahan. Orang-orang yang ditunjuk sebagai informan tambahan adalah orang-orang yang benar-benar memahami tentang nilai-nilai pendidikan Agama Hindu dalam Upacara Nyegarain  dalam upacara Pawiwahan seseorang dari pencerminan prilakunya, misalnya para tokoh agama Hindu, para tokoh adat yang peneliti ketahui, para pemuka agama Hindu,  dan beberapa orang anggota masyarakat yang sudah malaksanakan upacara Nyegarain Dengan menggunakan sumber sumber data seperti di atas, diharapkan perolehan data menjadi lebih kaya dan memadai. Di samping tujuan tersebut di atas hal ini juga bertujuan untuk memberikan peluang untuk melakukan pengecekan silang, sehingga kesahihan data yang diperoleh serta keabsahan datanya bisa lebih terjamin.
 6. Tehnik Pengumpulan Data
            Setiap karya tulis memerlukan suatu cara untuk mendapatkan data yang komplit. maka perlu adanya metode agar peneliti menjadi terarah dan pengumpulan data. Metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami objek menjadi sasaran. Pengumpulan data merupakan pekerjaan peneliti. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama untuk mencari data dengan berinteraksi secara simbolik dengan informan / subjek yang diteliti (Iskandara, 2006; 120).
            Iqbal (2002: 83), menyatakan bahwa pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa  atau hal-hal atau keterangan-keterangan atau karakteristis-karakteristis, sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian. Untuk memperoleh data yang tepat tentang Upacara Ngaben alitb atau mebretanem di Dadia Banjar Timbul Pasek Gegel Desa Busungbiu, Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng diperlukan beberapa cara atau teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut :
1.  Metode  Observasi
            Margono (1996: 158) menyatakan bahwa observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi atau penguatan digunakan dalam penelitian ini dengan cara pengamatan langsung di daerah penelitian serta melakukan pencatatan untuk mendapat keterangan- keterangan yang akan mendukung hasil penelitian dan harus menggunakan alat bantu seperti alat tulis dan kamera.
             teknik observasi ini peneliti mengadakan penelitian dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis. Ada tiga teknik observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu : (1) Observasi partisipasi (participant observation ), adalah teknik pengumpulan data yang digunakan  untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana obsever benar- benar terlibat dalam keseharian responden: (2) Observasi tidak berstruktur, adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan quide observasi. Pada observasi ini peneliti dan pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatan dalam mengamati suatu objek; (3) Observasi kelompok, adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus.Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi tidak berstruktur agar peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang terkait dengan masalah, melakukan analisis, dan kemudian dibuat kesimpulan.
2.  Metode Wawancara
            Metode wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi semacam tanya jawab secara langsung antara penyalidik dengan subjek berupa percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi “ peneliti metode wawancara digunakan dalam suatu guna memperoleh data yang lebih sistematis sebagai tujuan penelitian. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tahapan dalam metode wawancara meliputi: (a) menentukan siapa yang diwawancarai; (b) mempersiapkan wawancara; (c) gerak awal; (d) melakukan wawancara; (e) menghentikan wawancara dan memperoleh rangkuman hasil wawancara. Dalam penelitian ini, wawancara diposisiskan sebagai perangkat yang penting terutama untuk memperoleh data kualitatif subjektif. Dengan demikian, dalam penelitian ini disamping bermaksud untuk menjaring sebanyak- banyaknya informasi dari berbagai sumber, tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam rancangan konteks yang unik serta menggali informasi yang akan terjadi dasar penulisan karya ilmiah.
            Iskandar (2009: 131-132) menyatakan bahwa, model wawancara yang dapat digunakan oleh peneliti kualitatif dalam melakukan penelitian sebagai berikut: (1) Wawancara terstruktur, adalah seorang pewawancara atau peneliti telah menentukan format masalah yang akan diwawancarai, yang berdasarkan masalah yang akan diteliti; (2) Wawancara tak terstruktur adalah seorang peneliti bebas menentukan fokus masalah wawancara , kegiatan wawancara mengalir seperti percakapan biasa, yaitu mengikuti an menyesuaikan dengan situasi dan kondisi responden.
            Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur. Teknik ini peneliti ini gunakan karena peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh yang terkait dengan Upacara Ngaben Alit atau mebretanem, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan penelitian. Pada awal wawancara adalah hal-hal yang terkait dengan tujuan, dan bila sudah terbuka kesempatan baru pertanyaan menarik pada tujuan, sehingga terlihat formal.
3. Metode  Kepustakaan
            Nawawi (1993: 133) menyatakan bahwa tehnik kepustakaan adalah tehnik yang dipergunakan  untuk memperoleh data yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan segala macam data serta mengadakan pencatatan secara sistematis. Dengan tehnik ini data yang diperoleh dengan cara atau jalan membaca buku-buku tentang teori dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti kemudian dibantu dengan teknik pencatatan secara sistematis.
Tehnik ini dipergunakan untuk penelusuran berbagai literatur dan menelaahnva dan kaitannya dengan tema penelitian ini.  Manfaat penelusuran literatur tersebut adalah untuk menggali teori-teori serta konsep-konsep yang telah ditemukan oleh para ahli yang terdahulu, selalu mengikuti perkembangan selanjutnya. Berdasarkan tehnik kepustakaan, maka penulis berusaha membaca buku-buku yang relevan dengan penelitian ini, sehingga memperoleh data penelitian.
Teknik kepustakaan digunakan untuk mencatat hal- hal atau pokok- pokok bahasan dalam buku yang sesuai dengan penelitian. Teori, konsep dan pemaparan dalam penelitian ini didukung uleh buku-buku atau sumber lain yang dapat  memberikan perbandingan atau berperan besar sebagai bahan analisis. Teknik ini menggunakan kecukupan refrensi berupa buku-buku yang dipergunakan sebagai pendukung untuk menjawab permasalahan dalam penelitian mengenai Upacara  Ngaben Alit atau mebretanem tersebut.
4. Metode Dokumentasi
            Dokumentsi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Menurut Moleong (dalam Redana, 2006: 167) dinyatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitas adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
            Menurut Bungin (2001 : 153), menjelaskan bahwa kumpulan data disebut dokumendalam arti luas termasuk momen, artefak, foto, mikro film dan sebagainya. Berdasarkan kedua pendapat diatas maka disimpulkan bahwa metode dokumentasi adalah suatu cara untuk mengumpulkan data melalui literature, dokumen prasasti dan sebagainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diungkap.
           
7. Metode Analisis Data
            Analisis data dilakukan tidak hanya sekali tapi berulang- ulang dan secara bertahap pada setiap data yang terkumpul guna menentukan pemecahan secara garis besar setelah pencatatan di lapangan. Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah tahap analisis, yaitu data dikerjakan sampai dapat menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab permasalahan-permasalahan.
            Metode analisis data adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan mempergunakan suatu metode analisis data tertentu sehungga memperoleh kesimpilan sempurna. Analisis data juga berarti prosedur memilih atau mengelompokkan data yang “ sejenis “ baik menurut permasalahan penelitiannya maupun bagian- bagiannya. Dengan ungkapan lain analisis data pada hakekatnya adalah pemberitahuan penelitian kepada pembaca tentang apa saja yang hendak dilakukan terhadap data yang sedang dan telah dikumpulkan.             Sebagai cara yang nantinya bisa memudahkan penelitian dalam memberikan penjelasan dan mencari interpretasi dari responden atau menarik kesimpulan.
1. Reduksi data
            Reduksi data merupakan proses pengumpulan data penelitian, seorang peneliti dapat menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan data yang banyak, apabila peneliti mampu menerapkan teknik observasi, wawancara, atau dari berbagai dokumen yang berhubungan dengan subjek yang diteliti. Peneliti harus mampu merekam data lapangan dalam bentuk catatan lapangan (file note), harus ditafsirkan,atau diseleksi masing-masing data yang relevan dengan vfokus masalah yang diteliti (Iskandar,2009: 140).
            Data yang diperoleh peneliti dari lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama waktu penelitian di lapangan, jumlah data yang diperoleh semakin banyak dan kompleks. Data tersebut perlu dianalisis melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum atau membuat ringkasan, menelusuri masalah, membuat satuan-satuan data yang lebih kecil sesuai dengan masalah yang akan dikaji. Satuan-satuan yang peneliti buat kemudian diberikan kode untuk memudahkan pemaparan data. Selama proses pengumpulan data peneliti melakukan kegiatan menyeleksi atau memilah-milah hasil observasi dan wawancara serta memusatkan perhatian sesuai dengan tema penelitian.
2. Penyajian Data
            Biasanya dalam penelitian kita mendapat data yang banyak. data yang kita dapat tidak mungkin kita paparkan secara keseluruhan. Untuk itu dalam penyajian data peneliti dapat dianalisis oleh peneliti untuk disusun secara sistematis, atau simultan sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan atau menjawab masalahyang diteliti. Maka dalam display data, peneliti disarankan untuk tidak gegabah mengambil keputusan (Iskandar: 141-142).
            Data subjek penelitian yang diperoleh melalui observasi dan wawancara informan selama penelitian di lapangan terkait dengan tema penelitian, selanjutnya dipaparkan dengan dicari pokok-pokok penting yang terkandung didalamnya sehingga dapat diketahui dengan jelas maknanya. Data-data tersebut selanjutnya diseleksi dan diberi kode untuk memperoleh konsep yang lebih sederhana sehingga relatif lebih mudah dipahami.
3. Penyimpulan dan Verifikasi
            Langkah-langkah yang telah ditempuh seperti dipaparkan diatas akan menghasilkan simpulan yang bersifat sementara. Simpulan yang bersifat sementara itu akan di uji dengan simpulan-simpulan data yang terjaring dari hasil observasi dan wawancara berikutnya. Dari simpulan-simpulan yang bersifat sementara itu akan di tarik simpulan umum secara induktif sebagai hasil akhir penelitian. Ini berarti sejak semula peneliti telah berusaha untuk mencari makna data yang dikumpulkan.
            Iskandar (2009: 142) menyatakan bahwa, mengambil kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data dan display data sehingga data dapat disimpilkan, data peneliti masih berpeluang untuk menerima masukan. Penarik kesimpulan sementara, masih dapat diuji kembali dengan data di lapangan, dengan cara refleksi kembali,peneliti dapat bertukar pikiran dengan tri angulasi, sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai. Bila proses siklus sudah diuji kebenarannya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan dalam bentuk deskriftif sebagai lapaoran penelitian.
            Ketiga proses analisis tersebut yakni reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan merupakan langkah yang saling mengait secara integral sebagai sebuah lingkaran analisis. Setelah dianalisis, data dapat disajikan sebagai sebuah laporan penelitian.
                                      DAFTAR PUSTAKA
Bogdan, dan biklen. 1982. Qualitative Research for Education,an Introduction to Theory and Methods. Second Edition. Allyn an Bacon A Division of Simon & Schuster Inc
Iskandar, 2009. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Gaung Persada (gp press).
Iqbql, Hasan.2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghaila Indonesia.
Koentjaraningrat.1980. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta:Dian Rakyat.
Moleong, Lexy. J.1993 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Mulyana, 2007, dengan hasil penelitiannya yang berjudul Upacara Karya Masekar di Pura Desa Pakraman Sangket Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng (kajian nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu)
Pudja, G. 1999. Bhagawad Gita, Surabaya : Paramita.
Susila,2007, Dengan Asil Penelitiannya Kajian Nilai Religi Upacara Ngereh di Desa Adat Timpag Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan.
Tim Penyusun, 1994. Penuntut Belajar Agama Hindu. 1994
Triguna, Ida Bagus Nyoman Yudha (ed).1997. Sosiologi Hindu. Dirjen Dimas Hindu dan Budha.
Wiana, I Ketut 2000. Makna Upacara Yadnya Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramitha.
Wiana, I Ketut.2006. Sembahyang Hindu. Surabaya: Paramitha
Drs. Wikarman, I Nyoman Singgin, Ngaben. Surabaya: Paramitha.2002.
Kaler, I gusti Ketut, Ngaben. Yayasan Dharma Naradha. 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar