Senin, 03 Februari 2014

Susastra hindu_Sabha Parva



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Epic, Epos Atau Viracarita, yakni Ramayana Dan Mahabarata, asalnya adalah cerita kepahlawanan, selanjutnya menjadi sejarah susastra agama hindu dan menempati kedudukan sangat penting sebagai sumber utama bagi masyarakat pada umumnya dan juga sebagai pertanda awalnya muncul sekta-sekta dalam Agama Hindu. Kata itihasa terdiri dari tiga bagian yaitu iti + ha + asa. “iti dan “ha” adalah kata tambahan yang “indiclinable” didalam bahasa inggris. “asa” adalah kata kerja didalam bahasa inggris. Arti kata itihasa adalah “ini sudah terjadi begitu. Sesungguhnya itihasa sedikit berbeda dengan purana. Tujuan utama Purana adalah menyampaikan cerita-cerita pendidikan keagamaan,
sedang tujuan itihasa adalah menceritakan sejarah semata. Dalam itihasa ada dua cerita yakni Mahabrata dan Ramayana. Dalam makalah ini penulis akan menekankan pada epos Mahabrata. Kitab mahabrata digambarkan sebagai itihasa mahapunyah dan sering juga disebut punyah kathah (cerita penuh kebajikan). Kata Maha berarti besar atau agung sedang kata bharata berarti raja-raja dari dinasti bharata. Jadi mahabharata berarti cerita agung tentang keluarga Bharata. Raja-raja ini dikenal sebagai pandawa dan kaurawa. Buku mahabharata menceritakan tentang kedua keluarga yang berakhir dengan kemusnahan keluarga kaurawa. Pada mulanya Maharsi Veda Vyasa, menulis kitab ini dengan nama “jaya samhita”. Setelah itu Vaisampayana, muridnya sendiri dan setelah itu, Suta Ugasrava, juru cerita yang menceritakan cerita ini Epos besar Mahabharata yang sangat terkenal ini dibangun atas delapan belas parva. Parva yang penulis kaji adalah bagian kedua dari delapan belas parwa yakni sabhaparva. Dimana sabhaparva ini memiliki arti sabha=pertemuan, sidang. Parva kedua ini menceritakan tentang pandava dan kaurava hidup bersama didalam hastinapura. Yusdhisthira senatiasa ditipu oleh Duryodhana atas bujukan pamannya bernama Sakuni. Disini penulis akan mengkaji mengenai makna filosofis dan nilai teologis yang terkandung didalam sabhaparva itu sendiri. Dari uraian diatas, maka penulis mengkajinya dalam bentuk makalah yang diberi judul “makna filosofis dan teologis yang terkandung dalam sabhaparva”

Yadnya

Yadnya

PENGERTIAN DAN HAKEKAT YADNYA
Pada awalnya banyak orang mengartikan bahwa yadnya semata upacara ritual keagamaan. Pemahaman ini tentu tidak salah karena upacara ritual keagamaan adalah bagian dari yadnya. Pada dasarnya Yadnya bukanlah sekedar upacara keagamaan, lebih dari itu segala aktivitas manusia dalam rangka sujud bhakti kepada hyang Widhi adalah Yadnya.
Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta dari akar kata “Yaj” yang artinya memuja. Secara etimologi pengertian Yadnya adalah korban suci secara tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi.
Pada dasarnya Yadnya adalah penyangga dunia dan alam semesta, karena alam dan manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya. Pada masa srsti yaitu penciptaan alam Hyang Hidhi dalam kondisi Nirguna Brahma ( Tuhan dalam wujud tanpa sifat ) melakukan Tapa menjadikan diri beliau Saguna Brahma ( Tuhan dalam wujud sifat Purusha dan Pradhana ). Dari proses awal ini jelas bahwa awal penciptaan awal dilakukan Yadnya yaitu pengorbanan diri Hyang Widhi dari Nirguna Brahma menjadi Saguna Brahma . Selanjutnya semua alam diciptakan secara evolusi melalui Yadnya.

Tabeng Dada Gede Basur Penguasa Ilmu Leak Desti Di Bali

Tabeng Dada Gede Basur Penguasa Ilmu Leak Desti Di Bali Oleh Adang Suprapto

L eak Desti di Bali dari jaman dulu kala sudah menjadi fenomena yang tak pernah sirna dimakan jaman, keberadaannya dari dulu menjadi momok yang menakutkan masyarakat.

Leak Desti adalah perwujudan ilmu leak tingkat paling bawah yaitu perwujudannya bisa berbentuk binatang yang namanya Lelakut yaitu sejenis kadal yang besar berbadan hitam loreng-loreng, berkepala manusia berwajah seram dan hitam, rambutnya terurai, taringnya panjang, giginya runcing, matanya lebar dan menyala keluar api berwarna hijau, mempunyai ekor panjang warnannya loreng hitam putih. 

Leak Desti ada juga berbentuk binatang yang namanya Bebae yaitu sejenis binatang kambing berbulu putih mulus, mempunyai telinga panjang menjulur kebawah sampai menyentuh tanah. 

PROPOSAL PENELITIAN TRADISI NGABEN ALIT (MEBRETANEM) DI DADIA BANJAR TIMBUL PASEK GEGEL DESA BUSUNGBIU KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG

PROPOSAL PENELITIAN

TRADISI NGABEN ALIT (MEBRETANEM) DI DADIA BANJAR TIMBUL PASEK GEGEL DESA BUSUNGBIU KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Perspektif Agama Hindu)


OLEH
LUH WIDYANINGSIH
NIM: 10.1.1.1.1.3881





JURUSAN PENDIDIKN AGAMA
FALKUTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGRI
DENPASAR
2013 

Minggu, 02 Februari 2014

Air, Agama Tirta dan Pariwisata Bali
 
         Ada yang dilupakan oleh sebagian besar masyarakat Bali dalam menata pembangunan Bali, yaitu air. Air dalam sejarah peradaban Bali memiliki peran paling vital, baik secara spiritual maupun material. Teknologi irigasi tradisional, pola pengorganisasian pembagian air, ritual dan demokrasi dalam penjatahan air di daerah-daerah pertanian, telah mengkristal menjadi ”institut” subak. Ini menjadi kebanggaan kita semua orang Bali, sebagai sebuah hasil kearifan masyarakat Bali. Walaupun kalau kita jujur, sebagian dari kita tak banyak mengerti kearifan leluhur yang diwariskannya dalam tradisi subak, karena kaki dan tangan generasi kita kebanyakan tak pernah menyentuh lumpur sawah dan tegalan. Kita lebih akrab dengan jalan raya, pertokoan, pelataran hotel, sekolah pariwisata dan institusi-institusi modern. Agama masyarakat Bali, sebelum kemerdekaan dan era keindonesiaan, oleh generasi 1920-an lebih condong disebut sebagai Agama Tirta. Bacalah kembali dialog-dialog dalam bentuk tulisan di majalah atau terbitan era itu, yaitu Surya Kanta, Jatayu, dan Bali Adnyana.